Tuesday, January 6, 2015

2 Safarnya Wanita

Pernah dalam satu buku saya membaca bahasan mengenai hukum safar wanita, saya betul-betul penasaran dengan pembahasan ini karena saya sendiri sering melakukan perjalanan seorang diri tanpa ditemani siapapun. Saking penasarannya saya banyak membaca tulisan dan mencari ceramahnya, ya Rabb ampuni saya baru tahu sekarang. Sekali lagi islam betul-betul memuliakan wanita, sendi-sendi kehidupan diatur sedemikian rinci, tak luput dari hal kecil sekalipun, Alloh memang Maha Segala-galanya, Mashaa Alloh. Adapun penjelasan safarnya secara umum dan beberapa pembahasan yang saya dapatkan dari rumahfiqih.com, edukasi kompasiana dan lainnya, saya rangkum sebagai berikut:

Safarnya para wanita tanpa mahram
Musafir itu adalah isim fail dari kata dasar yang berbentuk kata kerja : safar. Safar adalah melakukan perjalanan, sedangkan musafir adalah orang yang menjadi pelaku atau orang yang melakukan safar. Lawan dari musafir adalah muqim. Muqim adalah isim fail dari kata dasar aqama - yuqimu yang artinya menetap atau bertempat tinggal. Muqim berarti bertempat tinggal atau menetap.
Secara etimologis, kata safar dalam bahasa Arab bermakna qath'ul-masafah (قَطْعُ الْمَسَافَةِ), yaitu perjalanan menempuh suatu jarak tertentu. Safar adalah “berpergian” namun tanpa dibatasi dengan jarak perjalanannya (menurut pendapat yang lebih kuat). Maksudnya, jarak safar ditentukan oleh urf (kebiasaan). Jika kebiasaan masyarakat setempat mengatakan “perjalanan tersebut” termasuk safar/berpergian maka orang tersebut dikenakan hukum safar seperti sunnahnya mengqasar shalat (yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat).

Namun dalam istilah para fuqaha (ahli fiqih) yang dimaksud dengan safar bukan sekedar seseorang pergi dari satu titik ke titik yang lain. Namun makna safar dalam istilah para fuqaha adalah :
أَنْ يَخْرُجَ الإنْسَانُ مِنْ وَطَنِهِ قَاصِدًا مَكَانًا يَسْتَغْرِقُ الْمَسِيرُ إِلَيْهِ مَسَافَةً مُقَدَّرَةً عِنْدَهُمْ
Seseorang keluar dari negerinya untuk menuju ke satu tempat tertentu, yang perjalanan itu menempuh jarak tertentu dalam pandangan mereka (ahli fiqih).

Para ulama sepakat bahwa agar suatu tindakan dikatakan sebagai safar, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain harus ada niat atau kesengajaan untuk melakukan safar, musafirnya harus keluar dan meninggalkan dari tempat dia bermuqim sebelumnya, juga harus punya tujuan tertentu, kemudian juga harus ada jarak tertentu yang minimal untuk dilalui. 

Semua ketentuan safar di atas akan berakhir bila terjadi hal-hal tertentu, dimana hukum-hukum yang tadinya berlaku untuk musafir pun tidak lagi berlaku. Di antara hal-hal yang mengakhiri hukum safar adalah tiba kembali ke tempat asal, atau tiba di tempat muqim yang lain, atau berniat untuk menetap di suatu tempat dalam waktu tertentu untuk sementara waktu.

a. Tiba Kembali Ke Tempat Asal
Bila seseorang telah selesai melakukan perjalanan dan telah kembali ke tempat asalnya, yaitu rumah tempat tinggalnya, maka berakhirlah hukum safar atasnya. Dalam hal ini tidak ada perbedaan, apakah perjalanan yang dilakukannya hanya 1 jam saja atau pun memakan waktu berbulan-bulan. Pokoknya, asalkan dia sudah tiba di rumahnya, maka otomatis sudah selesai perjalanannya. Dan walaupun niatnya cuma pulang sebentar saja dan langsung pergi lagi, secara hukum tetap saja dianggap sudah selesai dari safarnya pada saat sudah berada di rumah. 

b. Tiba di Tempat Lain Yang Hukumnya Tempat Muqim
Bila seseorang punya dua tempat muqim atau lebih, meski bukan rumah miliknya sendiri, maka pada tempat-tempat yang hukumnya juga berlaku sebagai tempat muqim itu, juga berlaku hukum untuk bermuqim. Contohnya adalah Rasulullah SAW yang aslinya tinggal di Mekkah. Ketika beliau hijrah ke Madinah, memang saat itu beliau berniat untuk menjadikan kota itu sebagai tempat tinggal keduanya. Maka selama tinggal di Madinah, beliau tidak pernah mengqashar atau menjama' shalat. Sebab hukum kota Madinah bagi beliau SAW adalah tempat muqim, meski beliau bukan asli orang Madinah. Ketika Anda memutuskan untuk tinggal di suatu tempat, katakanlah di Jerman, dengan tujuan kuliah, tentu saja hukum Jerman buat  Anda ibarat hukum Madinah buat Rasulullah SAW. Tidak ada istilah musafir, karena pada kenyataannya Anda dan Rasulullah SAW sama-sama menetap dalam kurun waktu yang lama. Kemusafiran anda hanya sebatas anda di atas kendaraan, terhitung setelah keluar dari salah satu rumah anda di dua tempat berbeda itu, dan berakhir ketika anda sudah sampai di salah satu dari dua tempat anda yang lain.

c. Niat Menetap Sementara Lebih Dari Empat Hari
Hukum safar juga berakhir ketika seseorang dalam suatu perjalanannya, berhenti dan berniat untuk menetap sementara lebih dari empat hari. Dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika melakukan perjalanan haji di tahun kesepuluh hijriyah. Dari fakta itu maka kebanyakan ulama menarik kesimpulan, bahwa apabila seseorang menetap untuk sementara, tanpa niat untuk menetap seterusnya di suatu tempat di antara perjalanan safarnya, maka selama durasi empat hari, dia masih terbilang sebagai musafir. Akan tetapi bila durasi itu melebihi empat hari, maka hitungannya secara hukum sudah dianggap bermuqim. Walau pun niatnya tidak muqim, tetapi hukumnya hukum orang yang muqim. Oleh karena itu semua fasilitas kebolehan dalam safar sudah tidak lagi berlaku.

Ditilik dari domisili seseorang, dalam Fiqih terdapat tiga istilah yaitu Mustawthin,Muqimin dan Musafir. Perbedaan status domisili ini berelasi juga terhadap beberapa hukum ibadah, terutama sholat. Berikut adalah penjelasannya :

Musafir : adalah orang yang sedang bepergian untuk tujuan tertentu. Jarak perjalanan yang membuat orang dianggap sebagai musafir adalah kurang lebih 80 KM dan lagi selama perjalanan orang tersebut tidak berencana untuk menetap di daerah tertentu lebih dari 3 hari. Jika musafir berencana menetap di suatu tempat 3 hari atau lebih, maka statusnya bukan lagi musafir, dan juga jika perjalanannya tidak lebih dari 80 KM, maka orang tersebut juga belum bisa disebut sebagai musafir (secara Fiqih). Seorang musafir mempunyai keistimewaan dalam melaksanakan ibadah, yaitu diperbolehkan Menjamak sholat (mengerjakan 2 sholat dalam sekali waktu), diperbolehkan meng-qoshorsholat (meringkas sholat dari 4 rekaat menjadi 2 rekaat), membatalkan puasa Romadhon dan juga meninggalkan sholat Jum’ah (menggantinya dengan sholat dluhur). Yang perlu digaris bawahi, privilege ini hanya berlaku bagi musafir yang tujuan perjalanannya bukan untuk ma’shiat. Kalau tujuannya adalah untuk ma’shiat seperti ngapelin pacar, ya tentu saja privilege ini hilang J

Muqimin : ini yang sering disalah pahami karena kemiripannya dengan kata dalam bahasa Indonesia “pemukim”. Status Muqimin adalah untuk orang yang melakukan perjalanan lebih dari + 80 KM namun berencana menetap di suatu tempat lebih dari 3 hari. Domisili selama lebih dari 3 hari ini bukan untuk menjadi penduduk tetap dan di kala waktu ada rencana untuk pulang ke kampung halaman. Contoh yang paling mudah dari orang yang berstatus muqimin adalah anak kos, santri pondok dan juga mahasiswa yang sedang belajar di luar daerah. Orang dengan status muqimin tidak lagi mendapat privilege seperti musafir.

Mustawthin : penduduk tetap adalah orang yang menetap di suatu daerah dan tidak akan pulang ke daerah lain karena memang rumahnya adalah di situ. Atau lebih mudahnya, alamat KTP-nya adalah di daerah tersebut. Tapi tentu saja ini penentuan mustawthin bukan dilihat dari KTP tapi dari keinginan orang itu sendiri. Kalau orang tersebut sudah menganggap daerah tersebut sebagai rumah tempat tinggal tetapnya, maka orang tersebut sudah bisa disebut sebagai mustawthin di tempat tersebut. Mustawthin tidak mempunyai privilege seperti musafir dan tidak seperti muqimin.

Oya sahabat, bisa kita saksikan kenyataan di sekitar kita, semakin banyak kaum Muslimah mengadakan safar tanpa didampingi oleh mahramnya, termasuk saya L. Dan ternyata amalan semacam ini tak lain hanya akan membawa kebinasaan bagi wanita tersebut baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu agama Islam yang hanif memberikan benteng kepada mereka (kaum Muslimah) dalam rangka menjaga dirinya, kehormatannya dan agamanya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Janganlah wanita melakukan safar selama 3 hari kecuali bersama mahramnya.” (Hadits shahih, dikeluarkan oleh Bukhari 2/54, Muslim 9/106,Ahmad 3/7, dan Abu Dawud 1727)
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan safar (bepergian) selama satu hari satu malam yang tidak disertai mahramnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya ia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Janganlah seorang wanita melakukan safar kecuali bersama mahramnya dan janganlah seorang laki-laki masuk menjumpainya kecuali disertai mahramnya.” Kemudian seseorang bertanya : “Wahai Rasulullah ! Sungguh aku ingin keluar bersama pasukan ini dan itu sedangkan istriku ingin menunaikan haji.” Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Keluarlah bersama istrimu (menunaikan haji).” (Dikeluarkan hadits ini oleh Muslim dan Ahmad)

Diatas adalah sedikit gambaran mengenai safar dan safar wanita. Semoga dengan kita mengetahui pembahasan mengenai hal iini khususnya bagi wanita akan difikir-fikir lagi ya untuk melakukan perjalanan sendiri, khususnya bagi saya yang dahulu punya keinginan untuk keliling Indonesia sendiri, dan bagi saya juga ini merupakan suatu dukungan moral karena mendukung agar saya tidak bekerja di travel sebagai tour leader yang pekerjaannya harus menemani wisatawan mengunjungi berbagai tempat berhari-hari. Begitu pula dengan perjalanan umroh, yang saya alami saat mengurus dokumen perjalanan umroh bagi wanita yang dibawah usia tertentu bepergian tanpa mahram harus disertakan biaya tambahan untuk surat mahram (dan ternyata surat ini adalah pembuatan akta seorang wanita untuk dimahramkan kepada orang lain, Subhanallah, sebetulnya apa boleh?) Duh islam sudah begitu mulia menjaga wanita, patutnya kita bersyukur dan lebih bisa memuliakan diri, difikirkan juga saat mempunyai keinginan untuk study di luar negeri jika hanya sendiri J

Semoga bisa bermanfaat ya sahabat, semakin banyak tahu, semakin banyak berfikir deh. Banggalah menjadi seorang muslimah. Wallohu A'lam Bishowab…

2 comments:

Cantumkan komentar yang menurut anda patut untuk dikomentari, terimakasih :)

Pengunjung Blog Saya

 

Coretan Riska Anjarsari Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates