Tuesday, November 15, 2016

0 Kehilangan

Bismillahirrohmaanirrohiim…

Lima bulan sudah terhitung dari postingan terakhir di blog. Kemana saja saya selama ini? Apa yang telah diperbuat? Berapa banyak manfaat yang sudah dilakukan? Pelajaran apa yang didapat? Berapa banyak kesalahan yang sudah terjadi? Jawaban atas pertanyaan diatas akan dibuat dalam sebuah cerita yang kedepannya akan menjadi catatan pengingat bagi diri ini yang sering lupa.

Cerita ini diawali dengan dua social media yang saya gunakan dalam mengisi waktu luang. Isinya menggambarkan kebahagiaan dan kesuksesan orang lain serta opini-opini mereka dalam menanggapi suatu hal. Disini saya menyimpulkan bahwa, kemungkinan orang diluar sana menilai hidup saya sekarang sukses, bisa tinggal di luar negeri dengan waktu yang cukup lama, bisa merasakan kehidupan sebagai seorang muslim ditengah non-muslim, dan lain-lain. Begitupun saya, melihat kehidupan teman-teman yang lain seolah ringan dan penuh kenikmatan. Padahal mereka tidak tahu apa yang sudah mewarnai hidup saya disini, hehehe. Lagi-lagi, itulah hidup, itulah manusia!

Disini saya akan memberikan gambaran mengenai beberapa cerita yang sudah terjadi di bulan Agustus&September. Saya kehilangan uang sekitar $1.600 karena ketidaktelitian memilih tempat kerja. Uang yang seharusnya saya dapat hasil kerja keras selama 13 hari entah kemana, employer saya tidak memberikan hak itu, ia malah kabur, memblokir nomor telepon saya dan sekarang entah dimana. Awalnya saya sangat kecewa dan terus menangis setiap ingat hal ini, mengadu pada Alloh, “Mengapa ini semua terjadi disaat saya membutuhkannya?” Sebagai warga asing disini, hal yang sudah saya lakukan adalah melapor pada imigrasi namun mereka tidak memberikan respon yang baik, lalu saya melapor dua kali pada Polisi dengan kantor yang berbeda, tapi keduanya tidak menanggapi masalah ini. Mereka mengatakan bahwa persoalan ini bukan wewenangnya, saya disarankan menghubungi dua kantor lain yang berbeda. Kesalahan saya disini memang tidak mengetahui jelas perusahaan tempat saya bekerja dan tidak ada kontrak yang ditandatangani, karena ini pekerjaan casual, jadi mau tidak mau saya harus akhiri kasus ini dengan keikhlasan. Dalam benak saya, kehilangan uang 16juta (yang sebetulnya bisa digunakan sebagai biaya hidup selama satu bulan, atau bisa digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat) sungguh menyesakkan dada. Dikala diam, saya terus menangis, mengapa tidak? Saya sakit hati karena hasil keringat saya yang dilakukan dengan menempuh perjalanan pagi hingga matahari terbenam sia-sia begitu saja, tenaga dan waktu yang sudah saya keluarkan tidak memberikan hasil. Lelah yang dirasa saat harus berlari mengejar kereta tidak dihargai. Tapi apa yang bisa saya lakukan sekarang? Mengikhlaskan. Iya, sudah berkali-kali saya mebahas ilmu ikhlas didalam blog ini, kenapa? Karena saya sering kehilangan. Padahal, apa sih makna kehilangan itu sendiri? Saya mengoreksi diri dan hati ini, sebetulnya apa pantas saya bilang ini kehilangan? Tidak, tidak sama sekali! Apa yang hilang padahal itu bukan milik kita, semua milik Alloh! Uang sekecil itu dimata Alloh bukan apa-apa, Alloh sang pemilik bumi dan alam raya ini. Semua milik Alloh. Hei Riska, sadar!!! Alloh memberikan pelajaran ini untuk terus melatih ilmu ikhlas. Belum tentu saya bisa bersedekah sebanyak ini, anggaplah sebagai sedekah yang harus dibayar, anggap waktu dan tenaga yang berlalu sebagai nilai ibadah, jadikan syukur yang harus dibayar atas nikmat lain yang telah Alloh berikan. Saya juga terus melatih ilmu berbaik sangka pada Alloh, bisa jadi  Alloh hanya mengambil sebagian dari uang saya, padahal seharusnya ada kecelakaan yang harus saya alami. Bisa jadi ada penyakit yang harus saya derita, tapi karena kasih sayang Alloh, Ia hanya mengambil nominal uang. Semua sudah terencana dengan baik, saya bersyukur masih diberikan kesehatan, kenikmatan hidup, juga kenikmatan beribadah, itu yang seharusnya diperhatikan.

Dua minggu lalu, saya kehilangan helmet yang biasanya disimpan dan dikunci bersamaan dengan sepeda di stasiun. Harganya memang tak seberapa, tapi saya tidak bisa menggunakan sepeda tanpa helmet, dikarenakan untuk mematuhi aturan. Saya fikir, mungkin ada orang yang lebih membutuhkannya, jadi mau-tidak mau ia harus mengambilnya dengan cara menggunting. Dan ternyata? Hari minggu kemarin, lengkap sudah sepeda saya juga hilang, hehehe. Saya biasa meninggalkan sepeda di stasiun setiap sore pulang kerja dan “menginapkannya” dan besok pagi saya gunakan untuk berangkat ke tempat kerja. Sesaat ditangga stasiun, biasanya sepeda saya terparkir dan terkunci, tiba-tiba hanya menyisakan rantai kunci yang terputus. Apa respon saya pada saat itu? Hanya senyum dan tertawa kecil. Saya berfikir mungkin semalam ada orang pulang mabuk dan butuh kendaraan untuk ke rumah, makanya ia merusak rantai kunci dan membawa sepedanya pulang. Akhirnya, kembali jalan kaki menempuh 4,5KM pulang pergi dari rumah ke tempat kerja, hehehe. Karena sebelumnya sudah banyak dilatih untuk ikhlas, maka kedepannya semoga tetap dikuatkan menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.

Bagi saya, kehilangan itu bagian dari kenikmatan, kenikmatan bagi hati yang menikmati dan mengikhlaskan. Lagipula, kehilangan itu merupakan sebuah proses mendapatkan dan menemukan. Saya meyakini Alloh tidak pernah tidur, akan ada banyak hal yang saya dapatkan dan temukan yang lebih besar nilainya. Jauh lebih baik kita kehilangan apa yang dimiliki daripada kita kehilangan keimanan kepada Alloh, juga kehilangan kasih sayang dan ridho-Nya.

Hilang + Ikhlas = Kembali

Salam,

Sydney, 15 November 2016.

(Menulis dengan diiringi flu berat)

Wednesday, June 15, 2016

0 Ramadhan dan Winter

Ramadhan yang betul-betul penuh berkah, Alhamdulillah saya merasakan berpuasa di cuaca dingin. Belum dibayangkan sebelumnya jika harus berpuasa, sambil bekerja di farm ditambah dengan cuaca 400c, panas yang luar biasa yang sudah pasti dehidrasi. Tapi itu hanya imajinasi, kenyataannya saya berpuasa ditengah cuaca dingin. Jauh sebelum ramadhan tiba, saya sudah download jadwal imsak dan sholat dan Alhamdulillah, lebih pendek dari yang biaasa dilakukan di Indonesia, ya hanya 11 jam. Menjelang hari pertama, rasanya sudah amat ditunggu-tunggu, telepon keluarga di rumah menanyakan kondisi ramadhan disana nantinya dan diberikan wejangan-wejangan oleh orang tua, disini tepat diawali pada hari Senin, 6 Juni 2016, yang berarti minggu malam sudah melaksanakan sholat tarawih. Lokasi masjid yang berada sekitar dua kilometer dari tempat tinggal memudahkan saya untuk menuju kesana, Alhamdulillah baru kali ini menginjakkan kaki di masjid itu setelah hampir sebulan tinggal di kota ini. Tiba diluar masjid, “Ko sepi ya?” ternyata memang belum banyak yang datang. Tempat sholat wanita berada di lantai dua dan sudah ada dua orang wanita mengenakan mukena sedang duduk manja disana. Dalam hati saya bilang, “Ini ko mukenanya modelan mukena yang suka temen-temen saya pake ya, bahannya, coraknya, kayanya orang Indonesia deh(karena di masjid-masjid lain yang saya singgahi juga biasanya ketemu orang yang pakai mukena macem-macem, ya Cuma orang kita, hehehe).” Lanjut, saya hanya senyum cantik dan mengucapkan salam. Usut punya usut, mereka berdua ngobrol eh pakai logat ibu-ibu sosialita Indonesia, dan taraaaa akhirnya saya tanya,”Mbak orang Indonesia juga?” Yaelaaaah, jauh tarawih di Australia ternyata ketemu orang Surabaya dan Lombok, hahaha. Yaudah akhirnya punya pasukan bermukena deh.

Jadwal sholat di masjid sebelum ramadhan

Tarawih yang berbeda

Beda masjid, beda juga kebiasaan tarawih yang digunakan. Bacaan sholat disini cukup singkat dan saya mempelajari dengan mendengarkan tuntunan sholat dari salah satu ustadz di Australia ternyata ada beberapa hal yang membuat singkat, berbeda dengan bacaan sholat yang saya pelajari saat kecil. Misalnya diawal sholat tidak membaca Doa Iftitah, lalu bacaan rukuk ”Subhaana robbiyal’adhiim”, lalu pada I’tidal hanya membaca “Robbanaa walakal-hamd”, sujud membaca “Subhaana robbiyal’alaa”, duduk diantara dua sujud membaca “Robbighfirlii” hal inilah yang membuat lebih singkat dari sholat saya biasanya. Mashaa Alloh, keberagaman sholat tanpa mengurangi rukun-rukunnya, perbedaan mazhab bukan menjadikan halangan dalam beribadah, inilah islam. Maklum saya orang kampung yang baru belajar di Negara orang, belajar memahami kehidupan muslim disini. Oya, ada hal yang berbeda pada saat sholat witir yang langsung digabung menjadi tiga rakaat, rakaat pertama dan kedua aman, pada saat rakaat ketiga, imam masih mengeraskan Alfatihah dan Al Ikhlas, dan selesai membaca surat lalu mengangkat tangan dan “Allohuakbar”, saya langsung rukuk seperti biasa dan cukup lama menunggu I’tidal (ko ga berdiri-berdiri ya). Ternyataaaa, mereka masih berdiri dan pada “Allohuakbar” berikutnya barulah rukuk. Berhubung tempat wanita tidak bisa melihat imam, jadi ya saya ada kesalahan akibat ketidaktahuan. Dari sanalah saya banyak belajar, ternyata seperti ini ya keberagaman yang lainnya, Alhamdulillah nikmat iman dan islam yang luar biasa. Sholat tarawih disini cukup singkat, hanya 11 rakaat(termasuk witir), surat yang dibacapun tidak begitu panjang, jadi kurang dari satu jam sudah selesai rangkaia sholat isha hingga witir. Di malam pertama sholat hanya terdiri dari enam orang jamaah wanita, Alhamdulillah malam-malam berikutnya terus bertambah hingga suatu malam sangat penuh. Kebanyakannya adalah orang Sudan (berkulit hitam). Oya, mereka (orang Sudan) sholatnya mengenakan pakaian biasa dan tanpa menutup kaki. Jadi pada saat sholat tidak dibalut dengan kaus kaki atau pakaian panjang, jadi si kaki itu masih kelihatan. Wallohualam bishowab….

Hal lain yang membuat saya tertawa geli adalah, seusai sholat saya masih kebagian jatah lollipop, jadi ada Bapak-bapak yang bertugas membagikan lollipop itu pada anak-anak, berhubung mungkin wajah saya masih terbilang muda belia seperti anak baru lulus SD, jadinya masih kebagian deh, lumayanlah rezeki orang cantik, hahaha.

Ini dia oleh-oleh pulang tarawih
Berbuka dengan yang manis

Menu buka puasa hari pertama
Hari pertama buka puasa, yaitu dengan segelas coklat hangat, vegemite toast, spaghetti juga tentunya buah-buahan. Ah ini buka puasa belaga kaya bule haha, tanpa nasi! Besok-besok akhirnya buat bakwan dan makan nasi deh. Di hari selanjutnya-selanjutnya buka-buka resep di youtube dan cookpad akhirnya mau coba buat kolak biji salak labu kuning, dengan semangat membara belanja kebutuhannya, santan, gula jawa (400gram=$3=mahal) yang beli di Asian market, labu kuning, tepung tapioca, menghabiskan sekitar $10 untuk beberapa mangkuk kolak. Saking antusiasnya, dari jam 12 siang sudah repot di dapur (padahal lagi ga puasa juga karena halangan), step by step yang dari youtube diikuti akhirnya jadilah adonan. Tapi memang, kenyataan kadang tak sesuai harapan, awalnya mendambakan biji salak dengan bentuk padat dan bulat sempurna namun yang terjadi lembek dan seperti kerupuk yang direbus (baca: seblak). Penyebab semua ini terjadi adalah labu kuning yang sudah mengandung banyak air malah direbus (akibat tidak ada kukusan), ya jadinya semakin banyak air. Tapi apa boleh buat, jangan dilihat dari bentuknya, tapi pahami rasanya, hehehe. Not bad lah, untuk ukuran anak gadis yang belum pernah membuat makanan sejenis ini sebelumnya. Dari sinilah saya belajar sebuah siklus kehidupan, kadang manusia terlalu menginginkan suatu hal dalam hidupnya, sudah berusaha keras dan mengorbankan waktu, tenaga dan uang namun kenyataan yang didapat tidak sesuai dengan yang ada dalam angan-angannya. Semua kehendak Alloh, tapi proses yang dijalani menjadi penting dan bermanfaat karena kita bisa mengetahui penyebab yang membuat hasil kurang maksimal itu apa, jadi ya nikmati prosesnya ambil manfaatnya, karena prinsip saya “Tidak ada orang ahli tanpa mengawali dari awal”. Dari semangkuk kolak saja ada yang bisa dipetik, apalagi dari semangkuk bakso yah, hehehe.
Bentuknya entah mirip kurma atau seblak?
Video singkat kolak biji salak
Kehidupan bertetangga

Saya saat ini tinggal di share house yang diisi oleh tujuh orang, sayangnya disini tidak ada fasilitas wifi, padahal rumah dan isinya sudah oke. Akhirnya ada inisiatif untuk mengunjungi tetangga yang wifi-nya terdeteksi ke kamar, dari sanalah kehidupan bertetangga dimulai. Dengan basa-basi ngobrol dan mengajukan diri untuk bisa bergabung (nebeng bayar) dengan menyumbang $20 (seperti yang pernah dilakukan di rumah di Lakemba, NSW) dan akhirnya diberilah kode dan passwordnya, ternyata tetangga itu adalah muslim. Hari-hari berlalu dan sudah beberapa minggu saat sedang buka puasa di tempat kebab, tetangga itu menelepon agar mengambil makanan buka puasa dirumahnya. Lagi-lagi, kondisi saat itu saya masih tidak berpuasa dan sudah kenyang makan kebab, eh ada rezeki tambahan jangan ditolak. Sesampainya dirumah setelah magrib, diambilah makanan itu ke rumahnya dan Alhamdulillah, cukup untuk dua kali makan dan lucunya, uang wifi yang dulu malah dibalikin lagi hehe, sudah dapat makanan lengkap, dapat pula uang. Rezeki ramadhan, Alhamdulillah. Entahlah tetangga itu namanya siapa, asalnya dari mana, yang pasti inilah kehidupan sesama muslim, punya keterikatan tersendiri. Lagi-lagi, nikmat iman dan islam betul-betul terasa disini. Ahhh jadi rindu orang tua di rumah.
Kiriman dari tetangga
Oya sahabat, begitulah seklumit kisah minggu pertama ramadhan saya tahun ini, apabila masih diberi kesempatan hidup, semoga bisa dilanjut dengan tulisan-tulisan ramadhan berikutnya di Negara yang berbeda, aamiin….

Saat akan menutup tulisan ini ada yang saya lupakan, judulnya kan ada kata ‘Winter’nya, tapi ko belum ada pembahasan mengenai ini ya? Hehehe. Keasyikan membahas ramadhan sampai lupa dengan winter disini yang dimulai dari awal Juni kemarin. Hingga saat ini temperature terendah yang saya alami hanya berkisar pada 10C, awalnya kaget menghadapi winter karena belum terbiasa dengan kondisi dingin, jadi wajar sempat cemas dan putus asa (lebay), karena kerja dalam kondisi dingin, tidurpun kedinginan. Akhirnya membeli sleeping bag lagi (karena diskon dari $120 jadi $80) dengan temperature -100C dan cukup membantu mengatasi dingin saat tidur. Di rumah ini “katanya” tidak boleh pakai heater karena menguras tenaga listrik yang cukup besar, padahal di ruang tengah ada heater di perapian dan mubadzir tidak suka dipakai. Daripada menyiksa diri sendiri, saat saya ke K-Mart, ada heater yang harganya menggoda akhirnya langsung dibeli deh. Hari demi hari akhirnya saya merasakan winter dengan kepanasan, haha. Bermodal $15, jemuran yang tidak keringpun bisa kering dengan hanya digantung di kamar, jadi bisa dibayangkan bagaimana panasnya, panas seperti di parkiran. Ya namanya juga barang murah dan imut-imut kecil, kualitas bisa sebanding dengan harga, kalau beli yang ukuran besar (selain dibawanya ribet, nanti ketahuan juga sama yang punya rumah, hehehe).

Magic stuff
Pagi ini cuaca diluar sedang cerah-cerahnya, aktivitas hanya dirumah sendiri, akhirnya banyakin nulis lagi dan buka-buka catatan IELTS, teriring salam dari sini ya sahabat…. Selamat menjalankan ibadah puasa….

Bonus ekspresi kediinginan saat buka puasa di jalan di bangku taman

Tuesday, June 14, 2016

0 Kurang Bersyukur

Alhamdulillah… Alloh masih memberikan kesempatan untuk menapaki diri di bulan yang suci ini, Bulan Ramadhan yang ditunggu-tunggu umat muslim dibelahan dunia manapun, termasuk saya yang sekarang tinggal di kota kecil dua jam dari Melbourne. Seperti yang terjadi di tahun-tahun lalu, Ramadhan yang saya hadapi selalu berbeda, baik dari tempat yang ditinggali, lingkungan yang ada disekitar, rutinitas yang dijalani atau bahkan menu buka puasa yang dinikmati. Apapun itu, dimanapun itu, saya yakin ini adalah tempat dan kondisi terbaik yang saya dapat dari Alloh. Lagi-lagi, Ramadhan ini menjadi cambuk bagi saya yang fakir ilmu, miskin pengalaman dan haus akan banyak pelajaran, Alloh telah memberikan banyak waktu luang akhir-akhir ini yang sepatutnya saya gunakan untuk merenung, bukan malah mempertanyakan hal-hal yang tidak seharusnya saya bingungkan.

Yaa Robb… Hamba masih sedang dan akan terus belajar membenahi diri hingga datangnya waktu dimana diri ini sudah harus kembali. Hamba sadar, mulut ini banyak menyakiti, fikiran ini banyak dengki, hati ini amat sangat kotor, jauh dari kata suci, namun Engkau masih menampakkan kebaikan didepan orang lain, malu rasanya. Persangkaan orang terhadap hamba begitu baik, namun pada kenyataannya Engkaulah yang Maha Mengetahui segala Isi Hati. Ampunilah mulut ini, tangan ini, kaki ini, fikiran ini semua yang ada dalam diri hamba yang tak digunakan semestinya. Hamba selalu meyakini, pintu maaf-Mu terbuka lebar, pintu ampunan-Mu selalu ada bagi hamba-Mu yang mendekati dan menginginkannya.

Pandang langit luas saat bumi sudah menyesakkan hati
Kehidupan disini sedikit banyak sudah merubah pola fikir saya, yang pada awalnya prioritas kesini untuk menuntut ilmu, namun terbelok dengan mengumpulkan uang. Seperti banyak yang percaya bahwa uang seakan menjadi hal utama dalam hidup, tanpa uang rasanya hidup ini hampa, tanpa uang kita tidak bisa apa-apa, tanpa uang ahhh dunia ini begitu menggoda. Dengan pola hidup Negara maju yang mendorong warganya untuk bekerja ditambah dengan penghasilan yang menggiurkan rasanya betul istilah “waktu adalah uang”, karena betul-betul disini satu menitpun uang. Beda halnya dengan di Indonesia yang masyarakatnya lebih santai dalam bekerja karena toh pendapatan dihitung perbulan, masuk ataupun tidak masuk kerja tidak begitu memberikan dampak besar. Disini dengan pekerjaan biasa yang dibilang dibawah standar pendapatan, jika dikalkulasikan kedalam rupiah bisa mencapai satu juta perhari. Dulu semasa kecil, saya pernah berkhayal, “Ah nanti saya kalu dapat sehari sejuta pasti cepat jadi orang kaya.” Dan kenyataannya sekarang terjadi disini, namun sebetulnya bukanlah banyaknya angka yang menjadikan ketenangan dalam hidup ini. Entah apa yang ada dalam fikiran saya sekarang, rasanya sehari tidak bekerja seolah pusing kelimpungan karena kehilangan dollar, Astagfirullohaladzim, apa yang sudah masuk dalam fikiran saya ini? Melihat orang lain mendapat penghasilan lebih besar disini, mempunyai kesempatan kerja lebih lama, tiba-tiba saya ingin seperti mereka. Padahal Alloh sudah mencukupi semua ini, saya bisa hidup dengan makan enak, tempat tinggal layak, masih diberi kesempatan untuk berbagi dengan keluarga, juga untuk menabung. Lalu nikmat mana lagi yang didustakan?

Dasar manusia, serakah! Ya Robb, hamba ingin terbebas dari belenggu ini…

Kadang….

Saya melihat hidup orang lain begitu nikmat, ternyata mereka hanya menutup kekurangannya tanpa berkeluh kesah, dan disadari atau tidak, diluar sana ada juga orang lain yang ingin hidupnya seperti kita,

Saya melihat teman-teman hidupnya tidak ada duka kepedihan, ternyata mereka hanya pandai menutupi dengan mensyukuri,

Saya melihat hidup saudara saya tenang tanpa ujian, ternyata mereka begitu menikmati badai ujian dalam hidupnya,

Saya melihat hidup sahabat-sahabat begitu sempurna, ternyata mereka hanya berbahagia menjadi apa adanya,

Saya melihat hidup tetangga begitu beruntung, ternyata mereka selalu tunduk pada Alloh untuk bergantung,

Dan setiap hari saya belajar memahami dan mengamati setiap hidup orang yang saya temui, ternyata saya yang KURANG MENSYUKURI nikmatMu… Bahwa sebetulnya di dunia ini masih banyak yang belum beruntung seberuntung yang saya miliki saat ini. Dan satu hal yang saya ketahui bahwa Alloh tak pernah mengurangi ketetapanNya, hanya sayalah yang masih mengkufuri nikmatNya.
Maka, saya merasa tidak perlu iri hati dengan rezeki orang lain,

Mungkin saya tak tahu dimana rezeki saya, Tapi rezeki saya tahu dimana saya,
Dari lautan yang biru, bumi dan gunung, Alloh sudah memerintahkannya menuju pada diri ini,
Alloh menjamin rezeki saya, sejak empat bulan sepuluh hari dalam kandungan Ibu,

Ternyata amatlah keliru jika bertawakal rezeki dimaknai dari hasil bekerja, karena bekerja adalah ibadah, sedangkan rezeki itu urusanNya, Melalaikan kebenaran demi mengkhawatirkan apa yang dijaminNya, adalah kekeliruan yang berganda,

Manusia membanting tulang demi angka simpanan gaji yang mungkin besok ditinggal mati,
Manusia lupa bahwa hakekat rezeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya,

Rezeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, Alloh menaruh sekehendakNya… Rezeki itu kejutan, dan tidak boleh dilupakan bahwa tiap hakekat rezeki akan ditanya kelak: “Darimana dan digunakan untuk apa?” Karena rezeki hanyalah “hak pakai” bukan “hak milik”,

Maka pada akhirnya, saya tidak boleh merasa iri pada rezeki orang lain. Jika saya iri pada rezeki orang, juga seharusnya saya iri pada takdir kematiannya!

Singkat cerita, pada saat video call dengan Bapak: “Neng, orang kaya raya dengan uang milyaran yang bersedekah seratus atau dua ratus juta akan kalah dengan orang tak mampu, tapi ia sedekahkan uangnya seribu rupiah padahal entah besok mau makan apa. Dimata manusia tentu uang seribu akan kalah dengan seratus juta, tapi itu akan berbeda di mata Alloh, kucinya ikhlas! Jangan khawatirkan rezeki, yang penting kamu sudah berusaha. Ikhlas itu berat, tapi terus dilatih. Bapak sampai saat ini tidak punya apa-apa, tidak punya rumah bagus dan kendaraan seperti orang lain seusia Bapak yang sudah memiliki banyak hal, karena itu bukan tujuan Bapak, mengumpulkan uang tapi lupa dengan sekitar. Ikhlas menerima ketentuan Alloh dan yang penting kita terus bermanfaat untuk orang banyak.”

Ya Robb…
Ampunilah diri ini, hati yang kotor ini. Seharusnya hamba menempatkan rasa iri pada tempatnya, dunia ini fana,
Berilah cahaya pada gelapnya hati ini ya Alloh, Hati kadang lupa yang terlena mimpi dunia,
Diri yang kotor ini hanya bisa bersimpuh meminta petunjuk dan ampunanMu…
Terimakasih atas segala nikmat iman, islam ini, Jadikan kami terus tenang dalam beribadah kepadaMu ya Robb….

Kembalikan lagi hamba padaMu, semoga hamba bisa kembali menata hati ini, mudahkanlah semua dengan rahmatMu
Jangan biarkan dzikir dan iman ini hilang…….

Dua minggu tanpa bekerja ini semoga menjadi renungan di bulan yang suci, jauh dari iri dengki dan semoga kualitas hidup menjadi lebih baik... ikhlas dan syukur itu indah....

Saturday, April 23, 2016

0 Mana Gamismu?

Dulu memang saya bukan pengguna aktif instagram, namun belakangan ini saya kerap kali membuka dan mengupload beberapa foto dengan tujuan berbagi pada sahabat semua, saat salah satu foto saya di depan kampus impian, saya mengenalan celana longgar dan jumper. Dan saat itu pula ada sahabat yang menegur, “Ko sekarang pakai celana lagi si? Masa sekarang pakai celana lagi? Kemunduran dong namanya?” Teggg… dada ini begitu sesak, mata berkaca-kaca dan entah apa yang hati ini rasakan, semacam teguran, semacam nasihat dan pengingat. Ya Rabb, hamba yang masih miskin ilmu ini masih terus dan terus berbenah diri. Keadaan hamba yang ada disini bukannya ingin menanggalkan pakaian syari, bukan pula berniat pada zaman jahiliyah. Hamba disini ingin terus belajar, menimba ilmu, merasakan sisi lain sebagai minoritas muslim disini. Ampunilah hambaMu ya Rabb…

No Caption
Sebelum saya memutuskan untuk pergi kesini, saya memang sudah memikirkan konsekwensi yang akan dihadapi kelak, sulitnya mencari tempat shalat, komunitas muslim yang tak sebanyak di Indonesia, tak bisa mendengar  suara adzan disetiap tempat, juga cukup sulitnya mencari makanan halal. Namun hal ini sudah saya antisipasi sejak awal, begitu pula dengan soal berpakaian. Saya tidak membawa banyak gamis kesini, yang saya bawa adalah baju-baju panjang dan celana longgar yang tentunya tidak membentuk badan, dan Alhamdulillah kaos kaki masih tetap menemani setiap langkah ini. Tak bia dipungkiri, memang rasanya ada yang kurang saat saya kemanapun mengenakan celana, namun ditutupi dengan longgarnya baju dan celana semoga tetap bisa menjadi pakaian yang seharusnya saya pakai.

Saya, manusia yang masih fakir ilmu agama masih terus belajar dan belajar, masih terus memperbaiki setiap tingkah laku serta ucapan, masih terus berbenah untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga Alloh mengampuni dosa-dosa kita semua, memudahkan jalan kita untuk terus beribadah kepadaNya. Jikapun keadaan yang mengharuskan saya seperti ini sekarang, semoga Alloh mengampuni, aktivitas saya disini berbeda dengan akivitas dirumah, Alloh mengetahui segala sesuatunya.

Terimakasih atas tegurannya sahabat, semoga apa yang terjadi pada diri ini bukan sebuah kemunduraan, semoga kita semua diberikan prasangka yang baik pada sesama, juga saling mendoakan satu sama lain. Banyak pembelajaran lain yang saya dapat yang memang tidak terlihat kasap mata oleh orang lain, pelajaran yang saya alami, saya rasakan dan semoga menjadikan kehidupan kedepannya lebih baik. Saya banyak belajar agama dari negara ini, ilmu agama yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya.

Pertama, ilmu untuk lebih bertoleransi pada sesama manusia. Saat host family memasak ayam yang bukan produk halal, saya harus mencari alasan untuk pergi keluar agar tidak memakannya, karena tidak ingin menyakiti hatinya dan begitu ingin menghargai. Kalaupun saya harus jelaskan panjang lebar mengapa saya tidak boleh memakan daging yang bukan produk halal, itu akan menjadi perdebatan panjang dan saya ingin menghindari mereka berfikiran bahwa muslim itu rasis. Karena yang mereka tahu bahwa yang tidak boleh kami makan adalah anjing dan babi.

Pembelajaran lainnya berupa memberikan pengertian pada yang lain bahwa aurat ini hanya bisa diperlihatkan pada yang boleh melihtnya saja. Lagi-lagi, pendekatan komunikasi yang baik harus bisa diterapkan disini agar apa yang kita sampaikan juga masuk ke hati dan bisa diterima oleh mereka.

Pelajaran berikutnya untuk lebih berhati-hati memilih makanan. Didikan Bapak dari kecil untuk tidak jajan diluar sangat berguna disini, sangat jarang sekali saya membeli makanan diluar yang belum jelas dari mana asalnya. Seringkali saya harus memperhatikan betul produk apa yang saya beli, ada tidak dalam list halal website, perabotan semuanya pribadi mulai dari piring, panci, kuali dll. Masak sendiri, selain bisa menghemat juga bisa terjaga kesehatannya karena kita yang masak. Terkadang sampai menahan lapar ketika keluar rumah, itulah yang menjadi kenikmatan belajarnya, padahal makanan diluar sana banyak yang menggoda iman, hehehe.

Merasakan kasih saying sesama muslim, siapapun itu sekalipun orang yang tidak kita kenal saat melihat saya berkerudung, mengucapkan “Assalamu’alaikum” atau memberikan senyuman, begitu hangatnya terasa disini. Islam itu memang damai, islam itu indah, sangat indah.

Ada juga hal lucu saat saya diundang makan siang oleh seorang ustadz dan kita makannya terpisah, semua laki-laki diluar dan perempuan didalam, saya bersama istri Ustadz tersebut. Saat itupula seorang non-muslim yang ada diruangan bertanya:”Apa kalian setiap hari makannya seperti ini terus? Selalu berpisah terus? Kenapa si? Ko begini? Hehehe…. Dengan keterbatasan ilmu saya menyampaikan beberapa hal, semoga bisa diterima dengan baik.


Juga saat saya pergi ke OP Shop(yang menjual barang second hand) yang lokasinya persis disamping gereja, nenek tua menghampiri saya dan dan berkata:"I'll show something for you. This is special, the only one", saya bingung padahal kesana berniat mencari buku dan ternyata nenek itu mengambil kerudung hitam yang ada ditumpukan keranjang, saya tersenyum karena kerudung itu penuh dengan payet disampingnya, kerudung yang biasa ibu-ibu kenakan dan akhirnya saya membelinya dengan harga 50cents(sekitar 5rb rupiah jika dikali kurs) hehehe.... Begitu indahnya toleransi disini, ya meskipun ada sebagian juga yang melihat saya(berjilbab) dengan pandangan risih. 

Ini dia kerudung BURICAK BURINONG :p
Sebenernya di kepala juga banyak payetnya berkilau, tapi saya copot :D
Masih banyak lagi pelajaran-pelajaran agama yang saya dapatkan, yang belum tentu saya dapat di Indonesia. Semoga Alloh terus melindungi kita semua dimanapun kita berada, Alloh yang Maha Mengetahui, Maha Sempurna Maha segala-galanya… lagi, semoga keberadaan saya disini bukan sebuah kemunduran, tapi sebuah langkah awal untuk membuka wawasan islam yang amat sangat luas, wawasan islam yang diambil dari berbagai sisi. Semoga Alloh senantiasa mempermudah kita dalam mencari ilmuNya.

Sunday, April 3, 2016

0 Nikmat Mana Lagi?

Pagi ini diselimuti dengan awan yang pekat, tak sedikitpun matahari terlihat memancarkan cahaya seperti biasanya, ditambah dengan udara dingin seperti di Puncak, iya ini di Melbourne, yang kata orang cuacanya cukup ekstrim. Mengapa dibilang demikian? Karena bisa berubah secepat kilat, juga bisa berganti dari panas mendadak menjadi amat sangat dingin. Minggu lalu, tepat jam 18.30 saya tiba di Southern Cross Station dengan membawa perabotan banyak layaknya orang pindahan. Ya memang ini pindahan dari kampung ke kota. Perjalanan yang cukup menyita waktu yang dimulai dari jam 9 pagi diakhiri di sore hari dengn dua moda transportasi. Betul-betul saya merasa jadi orang udik (baca: kampung) memang tak bisa dipungkiri, saya orang dari kampung beneran. Hahaha. Setibanya di stasiun, saya melihat orang-orang di sekitar dengan style ala kota, berlalu-lalang mengenakan coat dan boots, namun konteksnya disini bukan untuk gaya-gayaan, tapi kenyataannya memang udara amat saat dingin. Percaya atau tidak, saya hanya mengenakan sandal jepit adidas KW yang dibawa dari Indonesia dengan harga Rp7.500,- lengkap dengan kaos kaki warna kulit dan kaos panjang serta celana kolor longgar. Awalnya memang rada minder, ini sudah sampai di kota yah? Cari platform ke tempat tujuan saja rasanya bingung, karena sedikit berbeda dengan train yang ada di Sydney, yang membuat semakin bingung karena tidak mempunyai paket internet dan tidak mempersiapkan informasi yang matang sebelum berangkat, jadi jurus yang bisa digunakan adalah bertanya pada setiap orang yang kelihatannya bersedia untuk diberi petanyaan.

Wear Local, Think Global, sendal jepit Rp.7.500
Percaya tidak? Tiba di Melbourne saya belum mendapatkan akomodasi dan hari sudah mulai gelap, beruntung ada teman kursus di Faster English, Pare yang sudah setahun disini. Menjemput di stasiun dan juga membantu mencarikan informasi mengenai akomodasi. Alhamdulillah, ada rumah yang bisa digunakan untuk satu minggu kedepan, tepat jam 23.00 masuk ke rumah tanpa tahu harga per week nya berapa dan siapa pemiliknya, wkwkwkw. Satu malam berlalu, siangnya saya mulai pergi mencari sepatu diskon, agar kemana-mana tidak lagi menggunakan sandal jepit, karena udara yang amat sangat dingin. Kaget? Iya, Minggu malam mencapai 7o dan luar biasa. Padahal ini masih musim autumn, sudah terbayang apalagi masuk winter.

Setelah 2hari tinggal di rumah ini, saya baru tahu siapa pemiliknya dan berapa yang harus dibayar, tak disangka yang punya rumah ini berasal dari tetangga kota dimana saya berasal, yaitu Cirebon. Alhamdulillah, Alloh memudahkan setiap langkah ini, bersyukur bisa berkumpul kembali dengan orang-orang Indonesia jadi bisa merasakan kembali lezatnya masakan nusantara. Lagi-lagi sangat bersyukur karena banyak sekali orang-orang baik di sekelililng saya dan salah satu hal yang juga membuat rindu saya terobati adalah bertemunya dengan pohon cabai. Iya, cabai dan pedas adalah hal yang saya rindukan keberadaannya. Sulit mencari cabai segar disini, sekalinya ada itupun harganya mahal. Ternyata dibelakang rumah terdapat tiga pohon cabai yang sangat menggoda, alhasil otak ini berputar pesat membayangkan masakan apa yang sekiranya enak untuk dimakan dengan kombinasi super pedas. Padahal Bapak mewanti-wanti agar saya bisa menghindari pedas, tapi apadaya godaannya begitu menggiurkan, hehehe. Akhirnya pilihan jatuh pada ayam cabai merah yang dimasak 1kg untuk beberapa hari kedepan.

Tinggal petik sesuka hati, sebanyak apapun
Panen hari pertama
Sekila Ayam
Ini hasilnya, selamat makan
Nikmat mana lagi yang kau dustakan saat bisa makan tempe? Lalapan dan sambal uleg buatan sendiri? Bagi saya dulu saat menyandang status pelajar di Jakarta, makan tempe adalah kegiatan sehari-hari disaat sebagian uang harus dialokasikan untuk hal lain, namun disini makan tempe adalah keistimewaan tersendiri karena tidak mudah didapat dan harganya lebih mahal dari daging L Masakan favourite saya adalah gejrug tempe. Namanya juga orang sunda, tempe ditumbuk dengan cabai dan bawang lalu diberi garam saja sudah mewakili cita rasa yang cetar membahana, ditambah dengan lalapan dan sambelnya. Gara-gara cabai, setip hari selama seminggu saya makan pedas dan perut mulai tidak stabil.

Di Aussie nemu cobek, jadinya terong dicabein :D
Dari hal kecil seperti cabai saja sudah membuat saya banyak bersyukur pada Alloh, banyak sekali nikmat-nikmat yang diberikan yang kadang tanpa kita sadari. Biasanya, kita hanya terfokus pada nikmat besar yang terdapat dalam hasil, misalnya mendapatkan uang yang banyak, mendapatkan hal yang kita ingin, dll, namun lebih dari itu, banyak kenikmatan-kenikmatan kecil yang seolah luput dari kesadaran kita. Padahal, perintilan nikmat itu malah yang menumpuk menjadi banyak dan akhirnya mendorong  pada hasil yang didapat.

Ya Rabb...
Terimakasih atas segala nikmat yang telah Engkau berikan,
Nikmat iman, nikmat Islam,
Nikmat kesehatan, Nikmat keselamatan,
Nikmat keluarga yang utuh, orang tua yang begitu menyayangi
Nikmat orang-orang sekitar yang telah Engkau pilihkan,
Nikmat berupa sahabat-sahabat yang baik,
Nikmat rezeki yang berlimpah,
Nikmat pengetahuan yang luas,
Nikmat kehidupan ini,
Jadikanlah kami orang yang selalu bersyukur, terhindar dari kufur nikmat dan berkahilah hidup kami,
Jangan sampai semua yang telah Engkau berikan melalaikan kami, jadikanlah semuanya sebagai jalan untuk mempermudah kami dalam beribadah…
Dan, kembalikanlah kami kehadapanMu dalam keadaan khusnul khotimah

Aamiin…..

Sunday, March 27, 2016

0 Jadi Petani di Australia

Lagi-lagi, keinginan hanyalah menjadi keinginan yang tidak kesampaian. Sebetulnya saya ingin rutin menulis di setiap weekend, namun apa daya, kesibukan duniawi menjadikan saya seperti ini. Alhamdulillah pada kesempatan sekarang masih bisa diizinkan untuk menulis, tepatnya bada subuh di hari Jumat yang indah. Berbicara hari jumat, sudah tiga kali setiap Jumat disini cuacanya kurang bagus, yang terparah adalah Jumat lalu. Pertama kalinya saya merasakan diterjang angin yang sangat besar di tengah ladang pertanian, Allohuakbar, rasanya luar biasa. Berat badan saya ini terkalahkan oleh hembusan angin yang tiba-tiba datang, ditambah dengan hujan yang tidak ditebak datangnya kapan, juga awan mendung yang amat cepat bergerak. Hal ini bukannya membuat saya panik, nyatanya saya tertawa karena takjub dengan yang dirasakan pada saat itu, ini juga sebagai bukti syukur saya. Di luar sana, banyak saudara-saudara kita yang terkena musibah, banyak yang langsung meninggal, tapi Alhamdulillah Alloh masih menjaga saya dan masih memberikan kesempatan untuk hidup (yah alay deh jadinya).

Pemandangan setap pagi
Kembali kepada judul, di Kota Griffith saya bekerja di salah satu Nurseries yang mengelola pohon Almond, Aprikot, Plum, Peach dll. Pekerjaan saya tentunya di hamparan ladang yang dipenuhi dengan rapihnya barisan pepohonan. Hal yang belum pernah dibayangkan sebelumnya menjadi seorang petani di Australia. Aktivitas ini betul-betul menyita tenaga, karena bekerja dibawah terik matahari dan cuaca yang selalu berubah. Bisa jadi pagi-pagi berudara 9oC, siangnya 35oC, malamnya hujan, atau bahkan pagi-pagi dengan 17oC, siang menjadi 40oC, dan yang sangat membantu adalah website ini, karena setiap hari bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi cuaca.

Barisan pepohonan yang saya rawat
Pekerjaan disini saya anggap sebagai bermain sambil belajar, karena memang sangat relevan dengan impian saya dimasa depan, yaitu mempunyai ladang luas untuk mengajak anak-anak belajar cara menanam, merawat pohon, menjaganya sampai tumbuh besar. Yang saya timbulkan disini adalah menganggap semua pohon seperti anak sendiri, meskipun kenyataannya belum punya anak hehehe jadi mulai dari menanam dengan penuh kasih sayang, merawatnya dengan tanggung jawab penuh dan hasilnya bisa dirasakan saat semua pohon yang kita rawat tumbuh sempurna. Pekerjaan saya setiap hari berubah, tapi karena saat ini pohon-pohon sudah mulai banyak yang tumbuh, jadi lebih banyak memotong cabang-cabang dengan ukuran tertentu, membersihkan bagian bawah pohon juga mengarahkan mereka pada cahaya matahari. Jujur, di Indonesia saya belum pernah kerja di sawah, karena memang tidak mempunyai ladang, juga belum pernah main kotor-kotoran di sawah. Tapi disini, saya  begitu bebas menjalani aktivitas, setiap harinya wajah penuh dengan debu, baju dan celana kotor oleh tanah, juga kulit yang sedikit belang meskipin sudah pakai sunscreen dan baju serba tertutup, tapi percaya tidak percaya, panasnya matahari tembus kedalam loh, jadi tetap saja belang, hahaha.
Perlengkapan kerja
Nyolong selfie pas jalan kaki
Ada hal menarik disini, saya seperti berada dalam kelas internasional, dulu saat saya di Faster English Pare, sering diberi tayangan sitcom dari UK, yaitu mind your language yang menceritakan tentang satu kelas Bahas Inggris yang terdiri dari beberapa siswa dari Negara yang berbeda-beda. Akhirnya di ladang ini juga saya merasakan hal tersebut, hampir semua yang bekerja disini adalah backpackers untuk mendapatkan second year visa, kebanyakan mereka berasal dari Eropa, dari Asia sendiri hanya bisa dihitung jari, sangat sedikit. Jadi saya kadang tertawa mendengar orang Italia berbicara dengan orang Perancis dengan logat masing-masing, orang Taiwan dengan orang Jerman, Vietnam dengan American, hahaha, lucu pokoknya. Disini saya lebih sering mendengarkan dibanding berbicara, lumayan untuk melatih lisening saya dalam IELTS nanti. Namun yang paling juara adalah Britiish, saya mempunyai banyak teman yang menggunakan British Accent, OMG, meskipun belum ada di Bitania Raya, tapi setidaknya setiap hari mendengarkan mereka berbicara itu sudah memanjakan telinga saya. Disini saya makin jatuh cinta pada accent tersebut, ada juga Irish accent, Scottish, dan pastinya bos saya yang kental dengan Australian accentnnya.

Teman-teman pada saat makan siang
Transportasi ini yang membawa kami kesana kemari
Petani backpackers disini keren-keren, mau ke sawah saja bawa mobil sendiri (karena tidak ada angkutan), uang yang mereka dapat kebanyakn digunakan untuk jalan-jalan dan party, jadi sebagian besar dari mereka menghabiskan waktu 88hari sebagai syarat apply second year visa, lalu jalan-jalan, ada yang ke Amerika, keliling Asia, Eropa atau saya mungkin ke Mekkash, hehehehe aamiin. Beda halnya dengan orang Asia, kerja disini untuk mengumpulkan uang lalu dikirim ke negaranya baik untuk keperluan keluarga atau untuk kebutuhan masa depan, iya, saya terlahir di tanah Asia, khususnya Indonesia yang memang mempunyai tradisi seperti itu, hehehe.

Inilah yang saya suka, Sunrise gratis
Luar biasa pengalaman menjadi seorang petani di Australia, bukan hanya mendapatkan dollar yang lumayan, tapi banyak pelajaran yang didapat. Di tempat ini pula saya mengibaratkan belajar menjadi seorang ibu, saat saya hamil bisa diumpamakan sebagai bad trees, lama-lama bad itu muncul seperti kita melahirkan seorang anak, saat bad masih kecil, di sekitarnya harus terdapat cabang-cabang pohon untuk melindungi, sama halnya seperti orang tua yang harus selalu ada untuk bayinya, menjaga dan terus berada disampingnya. Saat tumbuh besar, banyak cabang yang harus digunting rapi sesuai ukuran, ini mengumpamakan agar anak kita harus terus dirawat dengan ditamkan prinsip-prinsip hidup yang jelas, agar pondasinya kuat kelak saat tumbuh besar bisa mandiri dan selalu ingat apa yang orang tua ajarkan, membersihkan sucker yang ada pada bawah pohon menunjukan bahwa pastinya ada saja yang tidak suka pada anak kita, banyak hal yang menghambat tumbuh kembangnya, inilah tugas orang tua untuk terus memperhatikan dan membersihkan anaknya dari hal-hal yang membuat perkembangannya terganggu, terakhir yaitu weeding, mencabut rumput yang ada di sekitar pohon, hamper sama dengan membuang sucker, tujuan utamanya agar tidak mengganggu dari faktor luarnya, bisa jadi karena lingkungannya, atau teman-temannya. Kurang lebih seperti itulah, jadi pada saat mereka sudah tumbuh besar, pucuk pohon menghadap matahari dengan tegak, pasti akan menghasilkan buah yang banyak yang terus dan terus berbuah, ini juga bisa dikatakan apabila kita berhasil merawat anak, mereka akan menjadi anak yang sholeh-sholehah, kelak saat orang tuanya sudah tidak ada akan menjadi amal jariyah, Inshaa Alloh.

Ambl gambar sembunyi-sembunyi, mereka jarang ada yang foto-foto
Wajah pulang kerja menuju shade
Antara sedih dan tidak, entah ini akan menjadi minggu terakhir saya atau bukan karena besok sabtu saya harus ke Melbourne untuk mencari pengalaman baru. Lagi-lagi, saya hanyalah seorang perantau yang mencari nafkah dan mencari makna hidup yang dalam, terimakasih Work and Holiday Visa membuat kehidupan di Australia menjadi mudah. No working=No money, it means kerja dulu baru liburan, uang habis ya kerja lagi. Ngumpulin uang lagi buat sekolah :D doakan ya teman-teman agar lelah ini terus menjadi berkah.

Sunday, February 28, 2016

0 Merantau ke Griffith

Minat setiap orang tentunya berbeda;beda, termasuk dalam hal mencari tempat tinggal. Bagi saya pribadi, hidup di kota bsar adalah salah satu hal yang membosankan karena kehidupannya terlalu memudahkan kita mendapatkan apa yang diinginkan, tantangannya kurang terasa dan terkadang gemerlapnya hidup di kota besar bisa melenakan kita, termasuk tinggal di Sydney yang bisa dikatakan kota serba ada. Meninggalkan kota adalah salah satu pilihan tepat bagi saya untuk mendapatkan pengalaman baru, tepat pada hari sabtu, tanggal 13 Februari saya menuju kota Griffith NSW, kota kecil yang berada di tengah Sydney dan Melbourne dan penuh dengan ladang pertanian dan juga salah satu kota terbesar penghasil anggur untuk diproduksi menjadi wine. Perjalanan yang ditempuh kurang lebih 8,5 jam dari central station, Sydney dengan menggunakan kereta. Saya berangkat dari rumah bada subuh, mengejar kereta sebelum jam 6 pagi, dengan perbekalan makan yang cukup untuk di perjalanan juga dengan segambreng barang-barang yang dibawa(termasuk rice cooker, selimut dan barang pertempuran lainnya) betul-betul membuat saya berkeringat di pagi hari buta. Bayangkan saja, saya membawa satu koper, ransel dan dua jinjingan tangan besar. 

Pemandangan yang diambil dari kereta
 Alhamdulillah, Alloh menguatkan diri ini. Semua barang itu bisa saya bawa hingga ke stasiun, meskipun seringkali berjatuhan dan membuat orang iba melihatnya, huufffttt. Akhirnya penderitaan itu terbayar dengan pemandangan psepanjang perjalanan yang ditawarkan, betul-betul semuanya adalah hamparan ladang luas, banyak kuda-kuda yang sedang berlarian, sapi-sapi memakan rumput, burung yang saling berkejaran dan binatang lain yang mungkin tidak terlihat. Mata ini begitu dimanjakan dengan ketenangan alam, sepanjang mata memandang yang teringat dalam benak adalah tanjakan cinta-nya gunung Semeru, persis banyak sekali bukit-bukit seperti ini, tidak terhitung jumlahnya.

Wajah kelelahan membawa banyak barang hehe
Banyak bangku kosong
Setibanya di Griffith, yang saya rasakan adalah temperature yang ekstrim. Hal ini membuat saya sedikit ragu apakah akan betah tinggal disini atau tidak, karena jam 3 sore, panasnya sedang di angka 390C. WOW……..dan ternyata ini belum seberapa, ada juga masanya mencapai 440C. Hahaha. Kesan selanjutnya yang didapat adalah tidak terlihatnya orang yang mengenakan kerudung dan betuk-betul seperti kota mati, di pusat kotanya saja jalanan begitu sepi. Inilah yang saya cari, ketenangan menikmati hidup dan terhindar dari kebisiningan. Akomodasi yang saya dapat disini berupa Guest House yang ada di pinggiran kota, lumayan lah jaraknya tidak terlalu jauh untuk membeli persediaan makanan.

Bagaimana mencari makanan halal?

Berbanding terbalik dengan tinggal di Lakemba yang sangat mudah mendapatkan bahan makanan halal dan masakan Indonesia yang sudah jadi. Disini saya tidak menemukan butcher halal yang lengkap. Pertama tiba di Griffith, saya membeli kebab dengan harga $10 yang merupakan salah satu makanan halal, berhubung saya tidak terlalu suka kebab, jadi ya dipaksa saja makan, asal perut terisi. Dan pada saat pusat perbelanjaanpun, daging halal amat susah dicari, hanya ada satu brand dari produknya Baiada Poultry(Pabrik ayam), yang sangat membantu saya memenuhi protein untuk hidup disini, produknya adalah Steaggles Chicken. Memang produknya sangat terbatas apabila kita temukan di tempat belanja, namun mereka menyediakan outlet sendiri yang lokasinya berdekatan dengan Baiada itu sendiri. Disinilah keimanan kita diuji untuk teliti memilih makanan dan juga menahan diri agar tidak sembarangan membeli makanan. Saya selalu ingat pesan Bapak agar terus masak sendiri, tidak membeli makanan diluar yang belum dijalamin kehalalannya. Bapak selalu mengingatkan, apa yang kita makan akan mengalir di tubuh ini, merpengaruh pada fikiran dan akyivitas kita kedepannya. Maka saya harus survive dengan tidak adanya Bakso, mie ayam dll. Hahahaha. Oya saya juga tinggal di Guest House yang mengaharuskan kita share kitchen dan toilet, tentunya perabotan masak harus saya beli sendiri karena saya menemukan banyak yang memasak pork, jadi saya menghindari menggunakan panic yang ada disana, sekalipun harus membayar $1 untuk menyalakan kompor per 30 menit masak.

Apa yang dilakukan di Griffith?

Saya disini bekerja sebagai nursery, kerja di alam terbuka yang setiap harinya bisa menyaksikan matahari terbit dan sejuknya udara, ditambah dengan suara yang diciptakan alam membuat rasa lelah bekerja terkadang hilang dengan sendirinya. Betul-betul nikmat mana lagi yang kamu dustakan? Setiap bekerja, seolah saya sedang berada di sekolah alam. Hampir setiap hari saya berimajinasi mengenai sekolah alam impian saya seperti ini, mempunyai hamparan tanah yang luas dan membebaskan binatang wara-wiri di sekeliling saya. Artikel selanjutnya Inshaa Alloh akan saya buat khusus untuk membahas pekerjaan ini, ditunggu saja ya.

Apa transportasi umumnya?

Disini saya belum pernah melihat bis kecuali bis sekolah dan bis untuk perjalanan jauh, transportasi umum yang bisa ditemukan hanya taxi. Saya pribadi, jarang keluar rumah karena aktivitas sehari-hari yaitu bekerja dan di sela-sela liburan, digunakan untuk belanja kebutuhan makanan dengan berjalan kaki. Lagi-lagi disini adalah kota kecil yang sunyi sepi, jadi wajar kondisinya seperti ini. Kebanyakan orang mempunyai mobil pribadi yang harganya memang terjangkau, banyak mobil dengan harga $1000, kalo kasarnya mah seminggu kerja juga udah bisa kebeli mobil. Namun perlu diperhatikan bahwa terkadang harga mobilnya memang terjangkau, namun untuk pembayaran registrasinya yang mahal.

Bagaimana kehidupan muslim disana?

Saya sama sekali tidak menemukan orang Indonesia lagi di tempat kerja, sebagian besar dari mereka adalah backpackers dari Eropa yang mengejar second year visa, entahlah pada kemana ya orang Indonesia-nya, tapi Alhamdulillah banyak orang Malaysia disini. Sebagai sesama orang melayu dan sesama muslim, kita saling mendukung dan membantu. Ada dua orang perempuan muslim dari Malaysia yang menjadi teman saya disini. Minggu lalu, mereka mengundang untuk acara Barbeque dengan memotong 2 kambing, ayam dan udang. Oya, harga kambing disini sangat murah, hanya $50/ekor. Lagi-lagi yang saya dapatkan adalah, indahnya menjadi seorang muslim yang bisa terus berbagi dan bersatu, sekalipun sangat minoritas dan masjid hanya tersedia untuk laki-laki, tetap saja saya masih bisa melaksanakan ibadah dengan tenang. Alhamdulillah. Jadwal sholat disini cukup berbeda dengan tempat tinggal sebelumnya. Subuh dimulai sekitar 5.30am, Dzuhur sekitar 1.30pm, Ashar 5pm, Maghrib 8.pm dan Insha 9.30pm yang tentunya setiap hari berubah hehehe. Alhamdulillah tetangga saya meskipun banyak non-musli tapi mereka begitu menghargai dan baik, sudah beberapa kali diberi jeruk satu kresek karena pekerjaan mereka sebagai pemetik jeruk, ada juga yang memberikan microwave karena Bapak tersebut bekerja di furnish, hal ini memudahkan saya agar tidak bulak-balik ke dapur. Apa alasan yang mendasari mereka baik kepada saya? Apa karena melihat wajah saya yang patut dikasihani? Hehehe...Oh tidak, Tapi Alloh yang telah menghadirkan mereka disekitar saya. Alhamdulillah.

Selfie deh sama microwavenya
Temperature yang cukup ekstrim

Setiap harinya kita diperlukan untuk membuka perkiraan cuaca dan temperature di internet, agar bisa menyiapkan diri dalam beraktivitas. Terkadang pagi hari amat sangat dingin, siang hari tiba-tiba panasnya luar biasa. Pernah saya bekerja di 440C dan malamnya tiba-tiba sangat dingin. Kondisi tubuh kita harus betul-betul dijaga dengan asupan makanan yang bergizi dan vitamin yang cukup ditambah dengan istirahat yang sesuai.


Sebetulnya masih banyak lagi yang ingin diceritakan, sudah dua minggu saya tinggal disini. Artikel selanjutnya masih menanti dengan cerita lainnya, terimakasih sudah menyempatkan membaca, semoga Alloh selalu melindungi dimanapun kita berada.


Minggu pagi bada subuh…

Friday, February 12, 2016

2 Ngaji di Lakemba

Hari ini tepat hari jumat yang indah, menulis sebuah artikel bada subuh di sudut kamar, menyendiri merindukanMu…

Masjid Ali bin Abi Taleb Lakemba
Alhamdulillah, sudah tiga minggu saya tinggal di daerah Lakemba yang merupakan kawasan muslim terbesar di NSW. Banyak hal yang didapat, bukan hanya pelajaran penting bagaimana hidup di Negara minoritas muslim, namun pelajaran hidup baik segi dunia dan akhirat banyak saya dapatkan dalam waktu yang singkat ini sehingga pada akhirnya, saya betul-betul bersyukur terlahir sebagai seorang muslim. Iya, islam menyatukan kami yang tadinya tidak saling mengenal namun akhirnya saling menyayangi.

Satu minggu pertama saya tinggal bersama keluarga non-Muslim tinggal di suburb 80KM dari Sydney, mereka sangat baik dan begitu menghormati satu sama lain. Kami banyak berdiskusi mengenai islam dan berbagai bentuk ibadah dalam islam, termasuk menutup aurat. Ada pertanyaan yang begitu menggelitik, yakni: “Kenapa kamu harus pakai kerudung? Yang bisa lihat rambut kamu hanya wanita, suamimu dan keluargamu? Kasian dong laki-laki lain tidak bisa melihat aslinya kamu seperti apa? Seolah-olah kamu berpura-pura di depan mereka, wah sayang banget!” Kurang lebih bentuk pertanyaannya seperti itu. Dan apa yang saya jawab? Silahkan tebak :D

Kembali pada Lakemba, pertama kali saya tiba di daerah ini membuat hati merasa sedang ada di kampung Arab, banyak laki-laki berjubah putih dengan janggut panjang dan wanita bergamis hitam, adapula yang memakai cadar. Saya sendiri malu karena pada saat itu tengah mengenakan baju panjang dan celana. Banyak pula yang menjual daging halal dan makanan-makanan halal lainnya, ditambah lagi dengan adanya halal market yang banyak menjual produk-produk Indonesia seperti ikan asin, sambal, kerupuk, bumbu masak dan masih banyak lagi, ini semua seolah menjadi surga dunia yang bisa memanjakan lidah saya karena setiap hari seolah berada di rumah dengan makan makanan rumah.

Di Lakemba, saya tinggal di sebuah unit share room dengan seorang Ibu berusia 60tahun tanpa suami, namun masih sangat sehat dan masih bekerja, Sosok Ibu disini membuat rindu terobati pada Mamah di rumah. Setiap pagi, Ibu bangun untuk melaksanakan sholat malam dan memutarkan Murrotal hingga jam enam pagi, setelah maghrib, disibukkan dengan mengaji hingga menjelang waktu Isha, ditambah lagi dengan puasa senin&kamis yang ia lakoni, Keadaan ini betul-betul seperti di rumah, Bapak mengajarkan untuk mengaji setelah subuh dan setelah maghrib, lagi-lagi saya merasa berada di rumah.

Unit yang saya tempati
Pengalaman pertama saya mengikuti pengajian hari minggu bersama Ibu-ibu(yang usianya hampir diatas 50 tahun semua) di rumah seorang yang berasal dari pakistan, setiba dirumahnya, bentuk pengajiannya di kotak-kotakan berdasarkan bahasa, ada Bahasa Arab, Inggris, Lebanon, Pakistan, Indonesia dll. Karena saya bersama Ibu, dianjurkan untuk mengikuti pengajian di kamar Bahasa Indonesia dan berlangsung sekitar 1,5 jam dimulai pada jam 10.30-12.00. Didalamnya membahas hadits, sejarah islam serta disimpulkan pada six point yang membahas mengenai tauhid. Setelah bubar pengajian, saya jadi senyum-senyum sendiri, merasa malu dan bergumam dalam hati (padahal di belakang rumah, setiap hari senin pagi ada pengajian dan keseluruhannya didominasi oleh ibu seumuran nenek saya, tapi saya belum pernah mengikutinya). Semoga dengan pengalaman tinggal disini, akan terus bisa membuat saya belajar memperbaiki diri dan ibadah, baik pada sesama manusia maupun pada Sang Maha Pencipta. Karena hidup bukan hanya untuk sekarang di dunia, melainkan di akhirat yang Maha Kekal.

Acara TV nya pun SCTV
Salah satu jatah makanan yang saya dapat
Pelajaran penting lainnya yaitu mengenai ukhuwah, cukup banyak warga Indonesia disini. Setiap libur sabtu dan minggu, selalu ada tamu datang berkunjung ke rumah Ibu, baik untuk bercerita satu sama lain atau hanya “say hi”, yang datang pun silih berganti. Dalam sehari bisa ada 5 orang tamu dengan waktu yang berbeda. Salah satu yang saya sukai yaitu apabila sudah ada yang mengirim makanan khas Indonesia, ya meskipun hanya dalam box kecil tapi disini selalu berbagi, misalnya ada seorang Ibu yang sudah merebus ubi dan singkong, mereka mampir kerumah untuk memberikan box kecil yang sudah dinamai, saya tentunya dapat jatah hehehe. Ada juga yang memberikan nasi kotak, nasi kuning dll. Indahnya persaudaraan disini. Indahnya islam menyatukan kami semua.

Oya, di daerah Lakemba terdapat masjid besar dan ternyata lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal saya, hanya berjalan sekitar 7menit berjalan kaki. Pertama saya sholat disana pada waktu maghrib dan bingung dimana lokasi untuk jamaah wanita, karena hampir semuanya laki-laki dan tadinya saya mengurungkan niat karena tidak melihat wanita sama sekali. Akhirnya ditunjukan arah untuk tempat sholat wanita dan Alhamdulillah di lantai dua sudah ada sekitar sepuluh jamaah. Bacaan sholat yang begitu merdu seolah seperti di Makkah dan begitu menyejukkan hati, hal ini lagi-lagi membuat takjub takjub karena masjid tersebut penuh oleh jamaah laki-laki.

Masjid tampak dari sebrang jalan
Refugees Welcome Here
Keindahan kehidupan muslim disini membuat saya merasa sangat betah, namun saya masih harus melanjutkan safar lagi ke tempat lain. Dan cerita lainnya menunggu saya dengan hikmah yang berbeda. Semoga dimanapun saya berada nantinya, bisa terus mendekatkan diri pada Alloh dan selalu ada dalam lindunganNya.

Note: Maaf bagi teman-teman, saya jarang membuka social media jadi tidak bisa secara intens berkomunikasi dengan kalian.

Tuesday, February 9, 2016

0 WHV Sebagai Obat

Australia adalah Negara yang tidak termasuk dalam daftar negara yang ingin saya tinggali dalam kertas 100 impian saya, namun pada kenyataannya, sudah hampir satu bulan saya berada disini. Masih ada sisa sebelas bulan dan saya sudah merasa betah disini. Negara impian untuk melanjutkan studi adalah Inggris, namun untuk bidang pariwisata dan konservasi negara ini tidak bisa diabaikan. Letaknya yang tidak jauh dari negara kita dan hamparan luas lahannya yang masih asri serta pengelolaan pariwisatanya bisa dipelajari untuk kelak di terapkan di Negara tercinta, Indonesia.

Indahnya matahari,langit dan awan
Kegagalan LPDP membawa saya ke Australia untuk mempelajari banyak hal dan semoga ini adalah batu loncatan saya untuk bersekolah di Inggris dan berkeliling dunia. Selang lima hari setelah pengumaman kegagalan LPDP, saya mendapatkan surat rekomendasi dari Imigrasi untuk apply Work and Holiday Visa. Pembahasan mengenai visa ini bisa dilihat di web resmi pemerintah maupun para blogger lain yang mencurahkan banyak waktunya untuk berbagi pengalaman. Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas banyak mengenai visanya, namun yang lebih ditekankan adalah hikmah yang bisa diambil setelah perjalanan panjang yang saya lalui dari bulan September.

Memang kita tidak boleh rakus dalam dunia ini, Alloh memberikan dua pilihan di bulan September untuk mendaftar WHV atau LPDP dan dua-duanya saya ambil. Interview  WHV diadakan 26 Oktober di Bali dan LPDP 9 November di Jakarta. Pengumumannya pun selisih 6 hari, jadi Alloh hanya memberikan saya satu pilihan terbaik yaitu berangkat dulu ke Australia. Ini menjadi obat yang mungkin lebih indah dari apa yang saya bayangkan sebelumnya.

Visa saya granted pada tanggal 11 januari dan menjadi kado indah di usia 22 tahun saya esok harinya, Alhamdulillah lagi-lagi kejutan luar biasa yang Alloh berikan. Saya memutuskan untuk berangkat pada tanggal 15 dari kota kelahiran, diantar Mamah dan Bapak. Saya habiskan waktu seharian bersama mereka selama perjalanan hingga akhirnya mereka harus melepas anak gadisnya pergi bada Ashar. Pesawat saya transit Bali dan penerbangan dari Bali jam 1 dini hari, tengah malam keluyuran di bandara, belum makan dan seperti anak kecil yang sedang mencari orang tuanya. Karena badan saya kecil dan kadang terlihat lugu, banyak yang mengira saya anak SMP.

Dan lagi-lagi yang paling saya suka adalah saat terbitnya matahari, gelisah dan tidak bisa tidur di pesawat(karena lapar dan sedang halangan hari kedua yang sakit perutnya kaya orang mau lahiran’katanya’) membuat saya fokus memandang arah luar saat matahari terbit sedikit demi sedikit perlahan menampakan dirinya. Kekuasaan Alloh yang luar biasa, entah saat itu saya sedang ada di atas lautan mana, namun indahnya matahari begitu mengingatkan kekuasaan Alloh yang amat sangat besar. Terkadang diri malu karena sombong, tapi apa yang pantas disombongkan dari manusia seperti kita?

Ya Robb…
Hamba begitu bersyukur atas karunia yang telah Engkau berikan
Hamba sadar, Engkau lebih mengetahui yang hamba butuhkan dan Engkau penyusun skenario terbaik
Engkau penggenggam jiwa setiap manusia, berikanlah selalu kelapangan hati pada kami dalam menerima segala ketentuanMu
Engkau yang Maha Besar dan Maha Segalanya
Lindungilah kami dimanapun kami berada

Jadikanlah cinta kepadaMu sebagai cinta terbesar kami...

Pengunjung Blog Saya

 

Coretan Riska Anjarsari Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates