Pagi ini diselimuti dengan awan yang pekat, tak sedikitpun
matahari terlihat memancarkan cahaya seperti biasanya, ditambah dengan udara
dingin seperti di Puncak, iya ini di Melbourne, yang kata orang cuacanya cukup
ekstrim. Mengapa dibilang demikian? Karena bisa berubah secepat kilat, juga
bisa berganti dari panas mendadak menjadi amat sangat dingin. Minggu lalu,
tepat jam 18.30 saya tiba di Southern
Cross Station dengan membawa perabotan banyak layaknya orang pindahan. Ya
memang ini pindahan dari kampung ke kota. Perjalanan yang cukup menyita waktu
yang dimulai dari jam 9 pagi diakhiri di sore hari dengn dua moda transportasi.
Betul-betul saya merasa jadi orang udik
(baca: kampung) memang tak bisa dipungkiri, saya orang dari kampung beneran.
Hahaha. Setibanya di stasiun, saya melihat orang-orang di sekitar dengan style
ala kota, berlalu-lalang mengenakan coat dan boots, namun konteksnya disini
bukan untuk gaya-gayaan, tapi kenyataannya memang udara amat saat dingin.
Percaya atau tidak, saya hanya mengenakan sandal jepit adidas KW yang
dibawa dari Indonesia dengan harga Rp7.500,- lengkap dengan kaos kaki warna
kulit dan kaos panjang serta celana kolor longgar. Awalnya memang rada
minder, ini sudah sampai di kota yah? Cari platform
ke tempat tujuan saja rasanya bingung, karena sedikit berbeda dengan train yang ada di Sydney, yang membuat
semakin bingung karena tidak mempunyai paket internet dan tidak mempersiapkan
informasi yang matang sebelum berangkat, jadi jurus yang bisa digunakan adalah
bertanya pada setiap orang yang kelihatannya bersedia untuk diberi petanyaan.
Wear Local, Think Global, sendal jepit Rp.7.500 |
Percaya tidak? Tiba di Melbourne saya belum mendapatkan
akomodasi dan hari sudah mulai gelap, beruntung ada teman kursus di Faster
English, Pare yang sudah setahun disini. Menjemput di stasiun dan juga membantu
mencarikan informasi mengenai akomodasi. Alhamdulillah, ada rumah yang bisa
digunakan untuk satu minggu kedepan, tepat jam 23.00 masuk ke rumah tanpa tahu
harga per week nya berapa dan siapa
pemiliknya, wkwkwkw. Satu malam berlalu, siangnya saya mulai pergi mencari
sepatu diskon, agar kemana-mana tidak lagi menggunakan sandal jepit,
karena udara yang amat sangat dingin. Kaget? Iya, Minggu malam mencapai 7o
dan luar biasa. Padahal ini masih musim autumn,
sudah terbayang apalagi masuk winter.
Setelah 2hari tinggal di rumah ini, saya baru tahu siapa
pemiliknya dan berapa yang harus dibayar, tak disangka yang punya rumah ini
berasal dari tetangga kota dimana saya berasal, yaitu Cirebon. Alhamdulillah,
Alloh memudahkan setiap langkah ini, bersyukur bisa berkumpul kembali dengan
orang-orang Indonesia jadi bisa merasakan kembali lezatnya masakan nusantara.
Lagi-lagi sangat bersyukur karena banyak sekali orang-orang baik di sekelililng
saya dan salah satu hal yang juga membuat rindu saya terobati adalah bertemunya
dengan pohon cabai. Iya, cabai dan pedas adalah hal yang saya rindukan
keberadaannya. Sulit mencari cabai segar disini, sekalinya ada itupun harganya
mahal. Ternyata dibelakang rumah terdapat tiga pohon cabai yang sangat menggoda,
alhasil otak ini berputar pesat membayangkan masakan apa yang sekiranya enak
untuk dimakan dengan kombinasi super pedas. Padahal Bapak mewanti-wanti agar
saya bisa menghindari pedas, tapi apadaya godaannya begitu menggiurkan, hehehe.
Akhirnya pilihan jatuh pada ayam cabai merah yang dimasak 1kg untuk beberapa
hari kedepan.
Tinggal petik sesuka hati, sebanyak apapun |
Panen hari pertama |
Sekila Ayam |
Ini hasilnya, selamat makan |
Nikmat mana lagi yang kau dustakan saat bisa makan tempe?
Lalapan dan sambal uleg buatan
sendiri? Bagi saya dulu saat menyandang status pelajar di Jakarta, makan tempe
adalah kegiatan sehari-hari disaat sebagian uang harus dialokasikan untuk hal
lain, namun disini makan tempe adalah keistimewaan tersendiri karena tidak
mudah didapat dan harganya lebih mahal dari daging L Masakan favourite saya adalah gejrug
tempe. Namanya juga orang sunda, tempe ditumbuk dengan cabai dan bawang lalu
diberi garam saja sudah mewakili cita rasa yang cetar membahana, ditambah dengan lalapan dan sambelnya. Gara-gara
cabai, setip hari selama seminggu saya makan pedas dan perut mulai tidak
stabil.
Di Aussie nemu cobek, jadinya terong dicabein :D |
Dari hal kecil seperti cabai saja sudah membuat saya banyak
bersyukur pada Alloh, banyak sekali nikmat-nikmat yang diberikan yang kadang
tanpa kita sadari. Biasanya, kita hanya terfokus pada nikmat besar yang
terdapat dalam hasil, misalnya mendapatkan uang yang banyak, mendapatkan hal
yang kita ingin, dll, namun lebih dari itu, banyak kenikmatan-kenikmatan kecil
yang seolah luput dari kesadaran kita. Padahal, perintilan nikmat itu malah yang menumpuk menjadi banyak dan
akhirnya mendorong pada hasil yang
didapat.
Ya Rabb...
Terimakasih atas segala nikmat yang telah Engkau berikan,
Nikmat iman, nikmat Islam,
Nikmat kesehatan, Nikmat keselamatan,
Nikmat keluarga yang utuh, orang tua yang begitu menyayangi
Nikmat orang-orang sekitar yang telah Engkau pilihkan,
Nikmat berupa sahabat-sahabat yang baik,
Nikmat rezeki yang berlimpah,
Nikmat pengetahuan yang luas,
Nikmat kehidupan ini,
Jadikanlah kami orang yang selalu bersyukur, terhindar dari
kufur nikmat dan berkahilah hidup kami,
Jangan sampai semua yang telah Engkau berikan melalaikan
kami, jadikanlah semuanya sebagai jalan untuk mempermudah kami dalam beribadah…
Dan, kembalikanlah kami kehadapanMu dalam keadaan khusnul khotimah…
Aamiin…..
0 comments:
Post a Comment
Cantumkan komentar yang menurut anda patut untuk dikomentari, terimakasih :)