Sunday, February 28, 2016

0 Merantau ke Griffith

Minat setiap orang tentunya berbeda;beda, termasuk dalam hal mencari tempat tinggal. Bagi saya pribadi, hidup di kota bsar adalah salah satu hal yang membosankan karena kehidupannya terlalu memudahkan kita mendapatkan apa yang diinginkan, tantangannya kurang terasa dan terkadang gemerlapnya hidup di kota besar bisa melenakan kita, termasuk tinggal di Sydney yang bisa dikatakan kota serba ada. Meninggalkan kota adalah salah satu pilihan tepat bagi saya untuk mendapatkan pengalaman baru, tepat pada hari sabtu, tanggal 13 Februari saya menuju kota Griffith NSW, kota kecil yang berada di tengah Sydney dan Melbourne dan penuh dengan ladang pertanian dan juga salah satu kota terbesar penghasil anggur untuk diproduksi menjadi wine. Perjalanan yang ditempuh kurang lebih 8,5 jam dari central station, Sydney dengan menggunakan kereta. Saya berangkat dari rumah bada subuh, mengejar kereta sebelum jam 6 pagi, dengan perbekalan makan yang cukup untuk di perjalanan juga dengan segambreng barang-barang yang dibawa(termasuk rice cooker, selimut dan barang pertempuran lainnya) betul-betul membuat saya berkeringat di pagi hari buta. Bayangkan saja, saya membawa satu koper, ransel dan dua jinjingan tangan besar. 

Pemandangan yang diambil dari kereta
 Alhamdulillah, Alloh menguatkan diri ini. Semua barang itu bisa saya bawa hingga ke stasiun, meskipun seringkali berjatuhan dan membuat orang iba melihatnya, huufffttt. Akhirnya penderitaan itu terbayar dengan pemandangan psepanjang perjalanan yang ditawarkan, betul-betul semuanya adalah hamparan ladang luas, banyak kuda-kuda yang sedang berlarian, sapi-sapi memakan rumput, burung yang saling berkejaran dan binatang lain yang mungkin tidak terlihat. Mata ini begitu dimanjakan dengan ketenangan alam, sepanjang mata memandang yang teringat dalam benak adalah tanjakan cinta-nya gunung Semeru, persis banyak sekali bukit-bukit seperti ini, tidak terhitung jumlahnya.

Wajah kelelahan membawa banyak barang hehe
Banyak bangku kosong
Setibanya di Griffith, yang saya rasakan adalah temperature yang ekstrim. Hal ini membuat saya sedikit ragu apakah akan betah tinggal disini atau tidak, karena jam 3 sore, panasnya sedang di angka 390C. WOW……..dan ternyata ini belum seberapa, ada juga masanya mencapai 440C. Hahaha. Kesan selanjutnya yang didapat adalah tidak terlihatnya orang yang mengenakan kerudung dan betuk-betul seperti kota mati, di pusat kotanya saja jalanan begitu sepi. Inilah yang saya cari, ketenangan menikmati hidup dan terhindar dari kebisiningan. Akomodasi yang saya dapat disini berupa Guest House yang ada di pinggiran kota, lumayan lah jaraknya tidak terlalu jauh untuk membeli persediaan makanan.

Bagaimana mencari makanan halal?

Berbanding terbalik dengan tinggal di Lakemba yang sangat mudah mendapatkan bahan makanan halal dan masakan Indonesia yang sudah jadi. Disini saya tidak menemukan butcher halal yang lengkap. Pertama tiba di Griffith, saya membeli kebab dengan harga $10 yang merupakan salah satu makanan halal, berhubung saya tidak terlalu suka kebab, jadi ya dipaksa saja makan, asal perut terisi. Dan pada saat pusat perbelanjaanpun, daging halal amat susah dicari, hanya ada satu brand dari produknya Baiada Poultry(Pabrik ayam), yang sangat membantu saya memenuhi protein untuk hidup disini, produknya adalah Steaggles Chicken. Memang produknya sangat terbatas apabila kita temukan di tempat belanja, namun mereka menyediakan outlet sendiri yang lokasinya berdekatan dengan Baiada itu sendiri. Disinilah keimanan kita diuji untuk teliti memilih makanan dan juga menahan diri agar tidak sembarangan membeli makanan. Saya selalu ingat pesan Bapak agar terus masak sendiri, tidak membeli makanan diluar yang belum dijalamin kehalalannya. Bapak selalu mengingatkan, apa yang kita makan akan mengalir di tubuh ini, merpengaruh pada fikiran dan akyivitas kita kedepannya. Maka saya harus survive dengan tidak adanya Bakso, mie ayam dll. Hahahaha. Oya saya juga tinggal di Guest House yang mengaharuskan kita share kitchen dan toilet, tentunya perabotan masak harus saya beli sendiri karena saya menemukan banyak yang memasak pork, jadi saya menghindari menggunakan panic yang ada disana, sekalipun harus membayar $1 untuk menyalakan kompor per 30 menit masak.

Apa yang dilakukan di Griffith?

Saya disini bekerja sebagai nursery, kerja di alam terbuka yang setiap harinya bisa menyaksikan matahari terbit dan sejuknya udara, ditambah dengan suara yang diciptakan alam membuat rasa lelah bekerja terkadang hilang dengan sendirinya. Betul-betul nikmat mana lagi yang kamu dustakan? Setiap bekerja, seolah saya sedang berada di sekolah alam. Hampir setiap hari saya berimajinasi mengenai sekolah alam impian saya seperti ini, mempunyai hamparan tanah yang luas dan membebaskan binatang wara-wiri di sekeliling saya. Artikel selanjutnya Inshaa Alloh akan saya buat khusus untuk membahas pekerjaan ini, ditunggu saja ya.

Apa transportasi umumnya?

Disini saya belum pernah melihat bis kecuali bis sekolah dan bis untuk perjalanan jauh, transportasi umum yang bisa ditemukan hanya taxi. Saya pribadi, jarang keluar rumah karena aktivitas sehari-hari yaitu bekerja dan di sela-sela liburan, digunakan untuk belanja kebutuhan makanan dengan berjalan kaki. Lagi-lagi disini adalah kota kecil yang sunyi sepi, jadi wajar kondisinya seperti ini. Kebanyakan orang mempunyai mobil pribadi yang harganya memang terjangkau, banyak mobil dengan harga $1000, kalo kasarnya mah seminggu kerja juga udah bisa kebeli mobil. Namun perlu diperhatikan bahwa terkadang harga mobilnya memang terjangkau, namun untuk pembayaran registrasinya yang mahal.

Bagaimana kehidupan muslim disana?

Saya sama sekali tidak menemukan orang Indonesia lagi di tempat kerja, sebagian besar dari mereka adalah backpackers dari Eropa yang mengejar second year visa, entahlah pada kemana ya orang Indonesia-nya, tapi Alhamdulillah banyak orang Malaysia disini. Sebagai sesama orang melayu dan sesama muslim, kita saling mendukung dan membantu. Ada dua orang perempuan muslim dari Malaysia yang menjadi teman saya disini. Minggu lalu, mereka mengundang untuk acara Barbeque dengan memotong 2 kambing, ayam dan udang. Oya, harga kambing disini sangat murah, hanya $50/ekor. Lagi-lagi yang saya dapatkan adalah, indahnya menjadi seorang muslim yang bisa terus berbagi dan bersatu, sekalipun sangat minoritas dan masjid hanya tersedia untuk laki-laki, tetap saja saya masih bisa melaksanakan ibadah dengan tenang. Alhamdulillah. Jadwal sholat disini cukup berbeda dengan tempat tinggal sebelumnya. Subuh dimulai sekitar 5.30am, Dzuhur sekitar 1.30pm, Ashar 5pm, Maghrib 8.pm dan Insha 9.30pm yang tentunya setiap hari berubah hehehe. Alhamdulillah tetangga saya meskipun banyak non-musli tapi mereka begitu menghargai dan baik, sudah beberapa kali diberi jeruk satu kresek karena pekerjaan mereka sebagai pemetik jeruk, ada juga yang memberikan microwave karena Bapak tersebut bekerja di furnish, hal ini memudahkan saya agar tidak bulak-balik ke dapur. Apa alasan yang mendasari mereka baik kepada saya? Apa karena melihat wajah saya yang patut dikasihani? Hehehe...Oh tidak, Tapi Alloh yang telah menghadirkan mereka disekitar saya. Alhamdulillah.

Selfie deh sama microwavenya
Temperature yang cukup ekstrim

Setiap harinya kita diperlukan untuk membuka perkiraan cuaca dan temperature di internet, agar bisa menyiapkan diri dalam beraktivitas. Terkadang pagi hari amat sangat dingin, siang hari tiba-tiba panasnya luar biasa. Pernah saya bekerja di 440C dan malamnya tiba-tiba sangat dingin. Kondisi tubuh kita harus betul-betul dijaga dengan asupan makanan yang bergizi dan vitamin yang cukup ditambah dengan istirahat yang sesuai.


Sebetulnya masih banyak lagi yang ingin diceritakan, sudah dua minggu saya tinggal disini. Artikel selanjutnya masih menanti dengan cerita lainnya, terimakasih sudah menyempatkan membaca, semoga Alloh selalu melindungi dimanapun kita berada.


Minggu pagi bada subuh…

Friday, February 12, 2016

2 Ngaji di Lakemba

Hari ini tepat hari jumat yang indah, menulis sebuah artikel bada subuh di sudut kamar, menyendiri merindukanMu…

Masjid Ali bin Abi Taleb Lakemba
Alhamdulillah, sudah tiga minggu saya tinggal di daerah Lakemba yang merupakan kawasan muslim terbesar di NSW. Banyak hal yang didapat, bukan hanya pelajaran penting bagaimana hidup di Negara minoritas muslim, namun pelajaran hidup baik segi dunia dan akhirat banyak saya dapatkan dalam waktu yang singkat ini sehingga pada akhirnya, saya betul-betul bersyukur terlahir sebagai seorang muslim. Iya, islam menyatukan kami yang tadinya tidak saling mengenal namun akhirnya saling menyayangi.

Satu minggu pertama saya tinggal bersama keluarga non-Muslim tinggal di suburb 80KM dari Sydney, mereka sangat baik dan begitu menghormati satu sama lain. Kami banyak berdiskusi mengenai islam dan berbagai bentuk ibadah dalam islam, termasuk menutup aurat. Ada pertanyaan yang begitu menggelitik, yakni: “Kenapa kamu harus pakai kerudung? Yang bisa lihat rambut kamu hanya wanita, suamimu dan keluargamu? Kasian dong laki-laki lain tidak bisa melihat aslinya kamu seperti apa? Seolah-olah kamu berpura-pura di depan mereka, wah sayang banget!” Kurang lebih bentuk pertanyaannya seperti itu. Dan apa yang saya jawab? Silahkan tebak :D

Kembali pada Lakemba, pertama kali saya tiba di daerah ini membuat hati merasa sedang ada di kampung Arab, banyak laki-laki berjubah putih dengan janggut panjang dan wanita bergamis hitam, adapula yang memakai cadar. Saya sendiri malu karena pada saat itu tengah mengenakan baju panjang dan celana. Banyak pula yang menjual daging halal dan makanan-makanan halal lainnya, ditambah lagi dengan adanya halal market yang banyak menjual produk-produk Indonesia seperti ikan asin, sambal, kerupuk, bumbu masak dan masih banyak lagi, ini semua seolah menjadi surga dunia yang bisa memanjakan lidah saya karena setiap hari seolah berada di rumah dengan makan makanan rumah.

Di Lakemba, saya tinggal di sebuah unit share room dengan seorang Ibu berusia 60tahun tanpa suami, namun masih sangat sehat dan masih bekerja, Sosok Ibu disini membuat rindu terobati pada Mamah di rumah. Setiap pagi, Ibu bangun untuk melaksanakan sholat malam dan memutarkan Murrotal hingga jam enam pagi, setelah maghrib, disibukkan dengan mengaji hingga menjelang waktu Isha, ditambah lagi dengan puasa senin&kamis yang ia lakoni, Keadaan ini betul-betul seperti di rumah, Bapak mengajarkan untuk mengaji setelah subuh dan setelah maghrib, lagi-lagi saya merasa berada di rumah.

Unit yang saya tempati
Pengalaman pertama saya mengikuti pengajian hari minggu bersama Ibu-ibu(yang usianya hampir diatas 50 tahun semua) di rumah seorang yang berasal dari pakistan, setiba dirumahnya, bentuk pengajiannya di kotak-kotakan berdasarkan bahasa, ada Bahasa Arab, Inggris, Lebanon, Pakistan, Indonesia dll. Karena saya bersama Ibu, dianjurkan untuk mengikuti pengajian di kamar Bahasa Indonesia dan berlangsung sekitar 1,5 jam dimulai pada jam 10.30-12.00. Didalamnya membahas hadits, sejarah islam serta disimpulkan pada six point yang membahas mengenai tauhid. Setelah bubar pengajian, saya jadi senyum-senyum sendiri, merasa malu dan bergumam dalam hati (padahal di belakang rumah, setiap hari senin pagi ada pengajian dan keseluruhannya didominasi oleh ibu seumuran nenek saya, tapi saya belum pernah mengikutinya). Semoga dengan pengalaman tinggal disini, akan terus bisa membuat saya belajar memperbaiki diri dan ibadah, baik pada sesama manusia maupun pada Sang Maha Pencipta. Karena hidup bukan hanya untuk sekarang di dunia, melainkan di akhirat yang Maha Kekal.

Acara TV nya pun SCTV
Salah satu jatah makanan yang saya dapat
Pelajaran penting lainnya yaitu mengenai ukhuwah, cukup banyak warga Indonesia disini. Setiap libur sabtu dan minggu, selalu ada tamu datang berkunjung ke rumah Ibu, baik untuk bercerita satu sama lain atau hanya “say hi”, yang datang pun silih berganti. Dalam sehari bisa ada 5 orang tamu dengan waktu yang berbeda. Salah satu yang saya sukai yaitu apabila sudah ada yang mengirim makanan khas Indonesia, ya meskipun hanya dalam box kecil tapi disini selalu berbagi, misalnya ada seorang Ibu yang sudah merebus ubi dan singkong, mereka mampir kerumah untuk memberikan box kecil yang sudah dinamai, saya tentunya dapat jatah hehehe. Ada juga yang memberikan nasi kotak, nasi kuning dll. Indahnya persaudaraan disini. Indahnya islam menyatukan kami semua.

Oya, di daerah Lakemba terdapat masjid besar dan ternyata lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal saya, hanya berjalan sekitar 7menit berjalan kaki. Pertama saya sholat disana pada waktu maghrib dan bingung dimana lokasi untuk jamaah wanita, karena hampir semuanya laki-laki dan tadinya saya mengurungkan niat karena tidak melihat wanita sama sekali. Akhirnya ditunjukan arah untuk tempat sholat wanita dan Alhamdulillah di lantai dua sudah ada sekitar sepuluh jamaah. Bacaan sholat yang begitu merdu seolah seperti di Makkah dan begitu menyejukkan hati, hal ini lagi-lagi membuat takjub takjub karena masjid tersebut penuh oleh jamaah laki-laki.

Masjid tampak dari sebrang jalan
Refugees Welcome Here
Keindahan kehidupan muslim disini membuat saya merasa sangat betah, namun saya masih harus melanjutkan safar lagi ke tempat lain. Dan cerita lainnya menunggu saya dengan hikmah yang berbeda. Semoga dimanapun saya berada nantinya, bisa terus mendekatkan diri pada Alloh dan selalu ada dalam lindunganNya.

Note: Maaf bagi teman-teman, saya jarang membuka social media jadi tidak bisa secara intens berkomunikasi dengan kalian.

Tuesday, February 9, 2016

0 WHV Sebagai Obat

Australia adalah Negara yang tidak termasuk dalam daftar negara yang ingin saya tinggali dalam kertas 100 impian saya, namun pada kenyataannya, sudah hampir satu bulan saya berada disini. Masih ada sisa sebelas bulan dan saya sudah merasa betah disini. Negara impian untuk melanjutkan studi adalah Inggris, namun untuk bidang pariwisata dan konservasi negara ini tidak bisa diabaikan. Letaknya yang tidak jauh dari negara kita dan hamparan luas lahannya yang masih asri serta pengelolaan pariwisatanya bisa dipelajari untuk kelak di terapkan di Negara tercinta, Indonesia.

Indahnya matahari,langit dan awan
Kegagalan LPDP membawa saya ke Australia untuk mempelajari banyak hal dan semoga ini adalah batu loncatan saya untuk bersekolah di Inggris dan berkeliling dunia. Selang lima hari setelah pengumaman kegagalan LPDP, saya mendapatkan surat rekomendasi dari Imigrasi untuk apply Work and Holiday Visa. Pembahasan mengenai visa ini bisa dilihat di web resmi pemerintah maupun para blogger lain yang mencurahkan banyak waktunya untuk berbagi pengalaman. Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas banyak mengenai visanya, namun yang lebih ditekankan adalah hikmah yang bisa diambil setelah perjalanan panjang yang saya lalui dari bulan September.

Memang kita tidak boleh rakus dalam dunia ini, Alloh memberikan dua pilihan di bulan September untuk mendaftar WHV atau LPDP dan dua-duanya saya ambil. Interview  WHV diadakan 26 Oktober di Bali dan LPDP 9 November di Jakarta. Pengumumannya pun selisih 6 hari, jadi Alloh hanya memberikan saya satu pilihan terbaik yaitu berangkat dulu ke Australia. Ini menjadi obat yang mungkin lebih indah dari apa yang saya bayangkan sebelumnya.

Visa saya granted pada tanggal 11 januari dan menjadi kado indah di usia 22 tahun saya esok harinya, Alhamdulillah lagi-lagi kejutan luar biasa yang Alloh berikan. Saya memutuskan untuk berangkat pada tanggal 15 dari kota kelahiran, diantar Mamah dan Bapak. Saya habiskan waktu seharian bersama mereka selama perjalanan hingga akhirnya mereka harus melepas anak gadisnya pergi bada Ashar. Pesawat saya transit Bali dan penerbangan dari Bali jam 1 dini hari, tengah malam keluyuran di bandara, belum makan dan seperti anak kecil yang sedang mencari orang tuanya. Karena badan saya kecil dan kadang terlihat lugu, banyak yang mengira saya anak SMP.

Dan lagi-lagi yang paling saya suka adalah saat terbitnya matahari, gelisah dan tidak bisa tidur di pesawat(karena lapar dan sedang halangan hari kedua yang sakit perutnya kaya orang mau lahiran’katanya’) membuat saya fokus memandang arah luar saat matahari terbit sedikit demi sedikit perlahan menampakan dirinya. Kekuasaan Alloh yang luar biasa, entah saat itu saya sedang ada di atas lautan mana, namun indahnya matahari begitu mengingatkan kekuasaan Alloh yang amat sangat besar. Terkadang diri malu karena sombong, tapi apa yang pantas disombongkan dari manusia seperti kita?

Ya Robb…
Hamba begitu bersyukur atas karunia yang telah Engkau berikan
Hamba sadar, Engkau lebih mengetahui yang hamba butuhkan dan Engkau penyusun skenario terbaik
Engkau penggenggam jiwa setiap manusia, berikanlah selalu kelapangan hati pada kami dalam menerima segala ketentuanMu
Engkau yang Maha Besar dan Maha Segalanya
Lindungilah kami dimanapun kami berada

Jadikanlah cinta kepadaMu sebagai cinta terbesar kami...

0 Kegagalan LPDP bukan akhir segalanya

Alhamdulillah, akhirnya mengawali tulisan di tahun 2016, meskipun sudah telat tapi tidak ada salahnya artikel ini saya buat untuk menambah informasi bagi teman-teman semua mengenai kegagalan dalam seleksi LPDP. Tepat pada tanggal 10 Desember saya menerima email pengumuman ketidaklulusan, yang sebelumnya tanggal ini saya nantikan hampir satu bulan.

Email dari LPDP
Berita mengenai email yang sudah dikirim aya dapatkan dari group Whatsapp yang saya buat dengan sepuluh orang teman yang tergabung pada LGD di UNJ, Ahamdulillah hingga saat ini masih berkomunikasi dengan mereka. Diantara ke-sepuluh orang tersebut hanya saya yang tidak lulus. Teman-teman saya semuanya luar biasa, banyak pelajaran yang bias saya ambil dari para senior. Sudah masuk seleksi substansi saja saya sudah banyak bersyukur, karena bisa menjadi satu dari seribuan orang yang lolos pada periode tersebut.

LPDP adalah harapan saya untuk bisa melanjutkan kuliah ke luar negeri, namun berhubung Universitas yang saya tuju tidak termasuk dalam daftar, jadi akhirnya saya banting stir ke jurusan Young Professional MBA ITB. Memang dari awal saya “niat tidak niat” mendaftar karena IELTS mentok di angka 6 yang mengharuskan saya daftar dalam negeri namun keinginan kuliah tetap di luar negeri. Sekitar dua bulan saya menyiapkan persyaratan serta mempelajari bidang ekonomi dan bisnis sebagai bekal wawancara dan untuk menambah wawasan pada essay yang saya buat. Saya ucapkan terimakasih banyak juga pada rekan baik saya yang bersedia mengoreksi kata demi kata yang terdapat pada essay, memberikan banyak masukan untuk semua persyaratan serta memberikan simulasi dan gambaran untuk seleksi substansi.

Hari demi hari saya persiapkan dengan baik hingga pada awal November, tepatnya tanggal 9 saya mendapatkan jadwal seleksi selanjutnya. Kesan pertama bertemu dengan peserta seleksi adalah “WoW bingits”, saya seolah seperti butiran pasir diantara mutiara. Teman-teman saya hampir semuanya senior dengan segudang prestasi dan pengalaman, sementara saya hanya fresh graduate dengan minim pengalaman dan prestasi ditambah dengan Bahasa Inggris yang pas-pasan, juga bukan lulusan dari Universitas Negeri yang mencoba mengadu nasib dalam LPDP, berbekal semangat membara dan kepercayaan diri yang ditanamkan dari awal akhirnya bisa membaur dengan mereka. Satu hari saya habiskan di UNJ dan benar-benar membuka wawasan terhadap negeri.

Pada akhirnya, kebersamaan saya bersama orang-orang hebat belum bisa dilanjutkan pada tahap berikutnya karena kegagalan seleksi ini. Namun, pengalaman luar biasa indah ini mengajarkan saya untuk bisa berlapang dada serta mengukur diri, meskipun respon saya saat membaca email langsung menangis, namun adik saya ada disamping saya dan memberikan pelukan, lalu bilang, “Teteh ga boleh nangis, kan tahun depan masih bisa daftar. Waktu teteh masih banyak, teteh masih banyak kesempatan.” Saya kaget dengan kalimat yang terucap dari anak laki-laki yang masih duduk di bangku kelas satu SMP itu. Iya, saat itu saya masih 21 tahun, masih banyak waktu untuk terus belajar.

Hari demi hari saya melihat group Whatsapp yang penuh dengan percakapan teman-teman membahas mengenai PK membuat saya sedikit iri, namun Alhamdulillah waktu berjalan menjadi obat terbaik dan lapang dada menerima semua ketentuan Alloh adalah solusi, Alhamdulillah Alloh selalu menguatkan hati ini. Beberapa hari kemudian saya mendapatkan berita bahwa di 2016, awardee Program Dalam Negeri sudah tidak bisa pindah ke Luar Negeri dan saya bersyukur karena jikapun saya diterima di LPDP, rencana saya dari ITB pindah ke University of Surrey tidak akan berjalan. Memang ini skenario terbaik yang Alloh berikan, saya diberikan kesempatan untuk menambah banyak pengalaman agar pola fikir ini bisa lebih dewasa, tidak seperti fresh graduate pada umumnya.


Note: Perkiraan kegagalan saya ada pada wawancara yang ditanyakan mengenai pengalaman saya yang masih minim serta jurusan yang saya ambil dari pariwisata ke ekonomi.

Jurusan pariwisata tidak ada dalam daftar pilihan, mau tidak mau harus dilanjutkan di luar negeri karena saya lulusan DIV yang tidak bisa lanjut ke jurusan Kajian Pariwisata UGM, Ekowisata IPB, satu-satunya jalan ada di Kepariwisataan ITB namun akreditasnya masih B karena jurusan baru.

Doakan saya ya teman-teman, agar bisa improve IELTS dan mendaftar pada kesempatan terakhir, semoga Alloh ridho....

Pengunjung Blog Saya

 

Coretan Riska Anjarsari Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates