Thursday, November 26, 2015

0 Cara Membuat Surat Keterangan Bebas Narkoba dan Bebas TB LPDP

Hari-hari yang cukup menyita waktu saat memutuskan diri untuk mendaftar Beasiswa LPDP, tulisan kali ini bukan untuk membahas mengenai beasiswanya namun lebih memberikan informasi mengenai pembuatan Surat Keterangan Bebas TB dan Surat Keterangan Bebas Narkoba dari rumah sakit pemerintah yang merupakan salah satu persyaratan baru dalam LPDP. Berdasarkan pengalaman pribadi yang sedikit bingung untuk membuat dua surat sakti ini, serta minimnya informasi yang ada di internet menyebabkan saya berinisiatif membahasnya.

Penampakan kedua surat sakti
Baiklah tanpa banyak basa-basi, yang pertama harus diperhatikan adalah menentukan Rumah Sakit mana yang akan dituju dan pastikan kondisi kita memang sedang fit, ga lucu kan kita berencana minta surat keterangan sehat tapi kondisi badannya sendiri sedang sakit. Kedua surat ini bisa langsung dibuat dalam waktu yang bersamaan (maksudnya dihari yang sama), kebetulan saya membuatnya di RSUD 45 Kuningan, Jawa Barat. Hal pertama yang membuat saya kaget adalah saat melihat bangunan rumah sakit yang sudah berubah berapa ratus derajat, karena terakhir saya kesini entah tahun berapa dan memang penataan ruangannya sudah lebih baik lagi sehingga bingung mencari lokasi registrasinya. Yang menjadi kunci utama dalam pembuatan surat ini adalah mendatangi meja registrasi yang sudah dipenuhi banyak pasien, karena saya pasien normal (bukan pengguna BPJS) maka meja antreanpun tidak begitu panjang. Saat ditanya mau ke poli mana, jawab saja mau membuat dua surat tersebut dan akhirnya diarahkan pada poli paru untuk surat bebas TB dan ke Lab untuk surat bebas narkoba.

Surat Keterangan Bebas TB

Di poli ini kita akan dipertemukan dengan banyak pasien yang sudah berusia senja(lah ko senja). Sepagi apa saya datang ke rumah sakit, tetap saja ada yang lebih pagi dari saya yang tiba di sekitar jam 8 kurang. Lumayan lah karena sudah terbiasa menunggu, akhirnya saya menikmati aktivitas sambil memperhatikan orang-orang sekitar. Dan akhirnya nama saya dipanggil untuk masuk ruangan dan saya sudah pegang KIR dokternya dengan diisi sendiri(males banget si petugasnya sampe harus pasien yang isi), lalu di periksa darah serta berat badan(anggap saja timbangan rumah sakit sedang rusak, karena 4hari lalu saya timbang di apotek BB saya 45, tapi timbangan rumah sakit menunjukan di angka 48), dan diarahkan untuk kebagian rontgen dan Lab.

Apa yang dilakukan di ruang Rontgen?
Setelah mendapat surat rujukan dan harus membayar di kasir, datanglah saya ke bagian rontgen untuk foto cantik. Prosenya tidak lama, tapi antrenya yang lumayan lama. Rontgen ini namanya Thorax yang bertujuan untuk mengetahui keadaan paru-paru lebih dalam. Foto yang memakan waktu kurang dari satu menit ini bisa diambil hasil akhirnya sekitar tiga hari kerja, namun hasil sementara bisa dipinjam untuk memastikan ke dokter paru secara garis besarnya saja. Menunggu kurang lebih satu jam untuk mendapatkan hasil sementara dan saya balik lagi ke dokter paru.

Apa yang dilakukan di Lab?
Selain rontgen, saya juga diharuskan periksa dahak yang terbagi menjadi tiga wadah, dahak hari ini, besok pagi saat baru bangun dan jam 8 pagi sebelum mengantarkan ke rumah sakit. Dahak yang saya hasilkan hanya sedikit karena memang sedang tidak batuk. Oya, di Lab ini kita antre beberapa kali, pertama untuk dipanggil dan mendapatkan kwitansi yang harus dibayar di kasir, kedua setelah dari kasir menunggu antrean perintah dokternya, ketiga menyerahkan hasil yang sudah terisi. Jadi untuk mengurus dahak, esok harinya saya harus balik lagi ke Lab untuk memberikan dua hasil dahak selanjutnya.

Setelah keduanya terkumpul?
Ya, di hari itu setelah mengikuti perintah, saya balik lagi ke poli paru untuk laporan dan memberikan hasil rontgen sementara. Saya betul-betul kaget saat dokter membaca hasil rontgen itu bahwa dibagian tulang saya ada sedikit sumbatan air, ah entahlah saya tidak paham karena saya tidak pernah merasakan keluhan apapun selama ini. Inilah salah satu hal yang membuat saya malas ke dokter, karena pada akhirnya saya kefikiran ucapan dokter, lebih baik saya tidak tahu apa-apa daripada kedepannya hari-hari saya dihantui dengan rasa cemas. Yasudah, setelah beres laporan, saya diharuskan menebus obat(sebetulnya bukan obat, semacam antibiotik) di apotek tempatnya beliau buka praktek. Hasil surat keterangan ini bisa saya dapatkan saat hasil rontgen dan dahak sudah selesai, yaitu di hari selasa, karena saya kesana di hari kamis.

Lalu, bagaimana dengan Surat Keterangan Bebas Narkoba?

Lagi-lagi saya harus bolak-balik ke Lab untuk mengikuti prosedur yang seperti sebelumnya saya jalani, yaitu mendapatkan kwitansi, membayar ke kasir dan menunggu lagi untuk diperiksa. Ini satu moment krusial dimana kondisi Lab yang sempit namun pasien yang berjubel membuat ruang gerak sempit dan seperti biasa, karena banyak yang tidak mendapat tempat duduk akhirnya banyak pasien yang berdiri di depan pintu Lab sehingga mengurangi volume suara si Ibu yang memanggil antrean(karena tidak menggunakan speaker). Tiba saatnya giliran saya untuk periksa darah, di ambil sampel darah dan diberi wadah air pipis untuk diperiksa, saya juga diminta KTP untuk mengisi data diri. Semua saya lakukan dengan terpaksa senang hati. Alhamdulillah untuk surat keterangan ini bisa saya terima hasilnya kurang lebih dua jam setelah diperiksa. Dan apa hasilnya? Pastinya saya bebas dari narkoba.

Apa yang dilakukan selanjutnya?
Jam delapan pagi di hari selasa, saya kembali ke rumah sakit dan kembali registrasi untuk ke poli paru (padahal hanya ambil hasil saja, tapi harus tetap registrasi dan bayar Rp.60.000,- lagi), saya ambil hasil rontgen dan langsung menuju poli paru. Lagi-lagi menunggu sekitardua jam karena dokternya belum datang dan saya juga mengambil hasil dahak dari lab. Alhamdulillah setelah proses yang menguras dompet sedemikian panjang, selembar kertas ditandatangani oleh Pak Dokter dan hasilnya saya bebas TB. Kertas ini kecil, ukuran setengahnya dari kertas A4, tapi ya inilah surat sakti yang didapat dengan proses cukup lama.

Berapa biaya yang dikeluarkan?
Saya lupa detailnya berapa, ini kalo gasalah saya ingat-ingat yah perkiraan detailnya, sbb:
  • Registrasi 2x                                       @60.000                =             120.000
  • Rontgen                                                                             =              60.000
  • Periksa dahak                                                                    =               30.000
  • Tebus antibiotic                                                                 =               90.000
  • Surat Ket. Bebas Narkoba                                                 =             185.000
Lain-lain biaya apalagi saya lupa, yang jelas saya menghabiskan sekitar Rp.550.000,- untuk membuat kedua surat sakti ini.

Sedikit saran yang diberikan adalah:
  • Datang sepagi mungkin (bukan berardi bada subuh langsung berangkat ya, hehehe) untuk menghindari antrean panjang
  • Meletakan kesabaran yang tinggi karena prosedur yang cukup ribet dan membiasakan diri menunggu
  • Gunakan alas kaki yang nyaman karena kita akan disuruh kesana-kemari untuk memenuhi maunya dokter
  • Gunakan masker untuk menghindari virus rumah sakit yang bisa bertebaran dimanapun
  • Pastikan ada kuota internet untuk menghindari kebosanan menunggu dengan membuka informasi-informasi penting
  • Harus siap mental, ya namanya juga di rumah sakit pemerintah, wajar saja kita dibentak-bentak petugas, dijutekin dan dibuat seolah menjadi orang yang tidak tahu apa-apa(bukan rahasia umum)
  • Pastikan bawa uang yah
Sekian informasi yangbisa diberikan, mudah-mudahan bermanfaat dan bisa memberikan sedikit gambaran mengenai pembuatan surat ini.


0 comments:

Post a Comment

Cantumkan komentar yang menurut anda patut untuk dikomentari, terimakasih :)

Pengunjung Blog Saya

 

Coretan Riska Anjarsari Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates