Ramadhan yang betul-betul penuh berkah, Alhamdulillah saya merasakan berpuasa di cuaca dingin. Belum
dibayangkan sebelumnya jika harus berpuasa, sambil bekerja di farm ditambah dengan cuaca 400c,
panas yang luar biasa yang sudah pasti dehidrasi. Tapi itu hanya imajinasi,
kenyataannya saya berpuasa ditengah cuaca dingin. Jauh sebelum ramadhan tiba,
saya sudah download jadwal imsak dan sholat dan Alhamdulillah, lebih pendek
dari yang biaasa dilakukan di Indonesia, ya hanya 11 jam. Menjelang hari
pertama, rasanya sudah amat ditunggu-tunggu, telepon keluarga di rumah
menanyakan kondisi ramadhan disana nantinya dan diberikan wejangan-wejangan oleh orang tua, disini tepat diawali pada hari
Senin, 6 Juni 2016, yang berarti minggu malam sudah melaksanakan sholat tarawih.
Lokasi masjid yang berada sekitar dua kilometer dari tempat tinggal memudahkan
saya untuk menuju kesana, Alhamdulillah
baru kali ini menginjakkan kaki di masjid itu setelah hampir sebulan tinggal di
kota ini. Tiba diluar masjid, “Ko sepi ya?” ternyata memang belum banyak yang datang.
Tempat sholat wanita berada di lantai dua dan sudah ada dua orang wanita
mengenakan mukena sedang duduk manja disana. Dalam hati saya bilang, “Ini
ko mukenanya modelan mukena yang suka temen-temen saya pake ya, bahannya,
coraknya, kayanya orang Indonesia deh(karena di masjid-masjid lain yang saya
singgahi juga biasanya ketemu orang yang pakai mukena macem-macem, ya Cuma orang
kita, hehehe).” Lanjut, saya hanya senyum cantik dan mengucapkan salam. Usut
punya usut, mereka berdua ngobrol eh pakai logat ibu-ibu sosialita Indonesia,
dan taraaaa akhirnya saya tanya,”Mbak orang Indonesia juga?” Yaelaaaah, jauh tarawih
di Australia ternyata ketemu orang Surabaya dan Lombok, hahaha. Yaudah akhirnya
punya pasukan bermukena deh.
Tarawih yang berbeda
Beda masjid, beda juga kebiasaan tarawih yang digunakan. Bacaan
sholat disini cukup singkat dan saya mempelajari dengan mendengarkan tuntunan
sholat dari salah satu ustadz di Australia ternyata ada beberapa hal yang
membuat singkat, berbeda dengan bacaan sholat yang saya pelajari saat kecil.
Misalnya diawal sholat tidak membaca Doa Iftitah, lalu bacaan rukuk ”Subhaana robbiyal’adhiim”, lalu pada I’tidal
hanya membaca “Robbanaa walakal-hamd”,
sujud membaca “Subhaana robbiyal’alaa”,
duduk diantara dua sujud membaca “Robbighfirlii”
hal inilah yang membuat lebih singkat dari sholat saya biasanya. Mashaa Alloh,
keberagaman sholat tanpa mengurangi rukun-rukunnya, perbedaan mazhab bukan
menjadikan halangan dalam beribadah, inilah islam. Maklum saya orang kampung
yang baru belajar di Negara orang, belajar memahami kehidupan muslim disini. Oya,
ada hal yang berbeda pada saat sholat witir yang langsung digabung menjadi tiga
rakaat, rakaat pertama dan kedua aman, pada saat rakaat ketiga, imam masih
mengeraskan Alfatihah dan Al Ikhlas, dan selesai membaca surat
lalu mengangkat tangan dan “Allohuakbar”,
saya langsung rukuk seperti biasa dan cukup lama menunggu I’tidal (ko ga berdiri-berdiri ya). Ternyataaaa, mereka masih
berdiri dan pada “Allohuakbar”
berikutnya barulah rukuk. Berhubung tempat wanita tidak bisa melihat imam, jadi
ya saya ada kesalahan akibat ketidaktahuan. Dari sanalah saya banyak belajar,
ternyata seperti ini ya keberagaman yang lainnya, Alhamdulillah nikmat iman dan islam yang luar biasa. Sholat tarawih
disini cukup singkat, hanya 11 rakaat(termasuk witir), surat yang dibacapun
tidak begitu panjang, jadi kurang dari satu jam sudah selesai rangkaia sholat
isha hingga witir. Di malam pertama sholat hanya terdiri dari enam orang jamaah
wanita, Alhamdulillah malam-malam
berikutnya terus bertambah hingga suatu malam sangat penuh. Kebanyakannya
adalah orang Sudan (berkulit hitam). Oya, mereka (orang Sudan) sholatnya mengenakan
pakaian biasa dan tanpa menutup kaki. Jadi pada saat sholat tidak dibalut
dengan kaus kaki atau pakaian panjang, jadi si kaki itu masih kelihatan. Wallohualam bishowab….
Hal lain yang membuat saya tertawa geli adalah,
seusai sholat saya masih kebagian jatah lollipop,
jadi ada Bapak-bapak yang bertugas membagikan lollipop itu pada anak-anak, berhubung mungkin wajah saya
masih terbilang muda belia seperti anak baru lulus SD, jadinya masih kebagian
deh, lumayanlah rezeki orang cantik, hahaha.
Ini dia oleh-oleh pulang tarawih |
Berbuka dengan yang
manis
Menu buka puasa hari pertama |
Hari pertama buka puasa, yaitu dengan segelas coklat hangat,
vegemite toast, spaghetti juga tentunya buah-buahan. Ah ini buka puasa belaga kaya bule haha, tanpa nasi! Besok-besok
akhirnya buat bakwan dan makan nasi deh. Di hari selanjutnya-selanjutnya
buka-buka resep di youtube dan cookpad akhirnya mau coba buat kolak
biji salak labu kuning, dengan semangat membara belanja kebutuhannya, santan,
gula jawa (400gram=$3=mahal) yang beli di Asian market, labu kuning, tepung tapioca,
menghabiskan sekitar $10 untuk beberapa mangkuk kolak. Saking antusiasnya, dari
jam 12 siang sudah repot di dapur (padahal lagi ga puasa juga karena halangan),
step by step yang dari youtube diikuti akhirnya jadilah adonan.
Tapi memang, kenyataan kadang tak sesuai harapan, awalnya mendambakan biji
salak dengan bentuk padat dan bulat sempurna namun yang terjadi lembek dan
seperti kerupuk yang direbus (baca: seblak). Penyebab semua ini terjadi adalah
labu kuning yang sudah mengandung banyak air malah direbus (akibat tidak ada
kukusan), ya jadinya semakin banyak air. Tapi apa boleh buat, jangan dilihat
dari bentuknya, tapi pahami rasanya, hehehe. Not bad lah, untuk ukuran anak gadis yang belum pernah membuat
makanan sejenis ini sebelumnya. Dari sinilah saya belajar sebuah siklus
kehidupan, kadang manusia terlalu menginginkan suatu hal dalam hidupnya, sudah
berusaha keras dan mengorbankan waktu, tenaga dan uang namun kenyataan yang
didapat tidak sesuai dengan yang ada dalam angan-angannya. Semua kehendak Alloh,
tapi proses yang dijalani menjadi penting dan bermanfaat karena kita bisa
mengetahui penyebab yang membuat hasil kurang maksimal itu apa, jadi ya nikmati
prosesnya ambil manfaatnya, karena prinsip saya “Tidak ada orang ahli tanpa
mengawali dari awal”. Dari semangkuk kolak saja ada yang bisa dipetik, apalagi dari
semangkuk bakso yah, hehehe.
Bentuknya entah mirip kurma atau seblak? |
Video singkat kolak biji salak |
Kehidupan bertetangga
Saya saat ini tinggal di share
house yang diisi oleh tujuh orang, sayangnya disini tidak ada fasilitas wifi, padahal rumah dan isinya sudah
oke. Akhirnya ada inisiatif untuk mengunjungi tetangga yang wifi-nya terdeteksi ke kamar, dari
sanalah kehidupan bertetangga dimulai. Dengan basa-basi ngobrol dan mengajukan
diri untuk bisa bergabung (nebeng bayar) dengan menyumbang $20 (seperti yang
pernah dilakukan di rumah di Lakemba, NSW) dan akhirnya diberilah kode dan
passwordnya, ternyata tetangga itu adalah muslim. Hari-hari berlalu dan sudah
beberapa minggu saat sedang buka puasa di tempat kebab, tetangga itu menelepon agar
mengambil makanan buka puasa dirumahnya. Lagi-lagi, kondisi saat itu saya masih
tidak berpuasa dan sudah kenyang makan kebab, eh ada rezeki tambahan jangan
ditolak. Sesampainya dirumah setelah magrib, diambilah makanan itu ke rumahnya
dan Alhamdulillah, cukup untuk dua kali makan dan lucunya, uang wifi yang dulu malah dibalikin lagi
hehe, sudah dapat makanan lengkap, dapat pula uang. Rezeki ramadhan, Alhamdulillah. Entahlah tetangga itu
namanya siapa, asalnya dari mana, yang pasti inilah kehidupan sesama muslim, punya
keterikatan tersendiri. Lagi-lagi, nikmat iman dan islam betul-betul terasa
disini. Ahhh jadi rindu orang tua di rumah.
Kiriman dari tetangga |
Oya sahabat, begitulah seklumit kisah minggu pertama
ramadhan saya tahun ini, apabila masih diberi kesempatan hidup, semoga bisa
dilanjut dengan tulisan-tulisan ramadhan berikutnya di Negara yang berbeda,
aamiin….
Saat akan menutup tulisan ini ada yang saya lupakan,
judulnya kan ada kata ‘Winter’nya,
tapi ko belum ada pembahasan mengenai ini ya? Hehehe. Keasyikan membahas
ramadhan sampai lupa dengan winter
disini yang dimulai dari awal Juni kemarin. Hingga saat ini temperature
terendah yang saya alami hanya berkisar pada 10C, awalnya kaget
menghadapi winter karena belum
terbiasa dengan kondisi dingin, jadi wajar sempat cemas dan putus asa (lebay),
karena kerja dalam kondisi dingin, tidurpun kedinginan. Akhirnya membeli
sleeping bag lagi (karena diskon dari $120 jadi $80) dengan temperature -100C
dan cukup membantu mengatasi dingin saat tidur. Di rumah ini “katanya” tidak
boleh pakai heater karena menguras
tenaga listrik yang cukup besar, padahal di ruang tengah ada heater di perapian
dan mubadzir tidak suka dipakai. Daripada
menyiksa diri sendiri, saat saya ke K-Mart, ada heater yang harganya menggoda akhirnya langsung dibeli deh. Hari
demi hari akhirnya saya merasakan winter
dengan kepanasan, haha. Bermodal $15, jemuran yang tidak keringpun bisa kering
dengan hanya digantung di kamar, jadi bisa dibayangkan bagaimana panasnya,
panas seperti di parkiran. Ya namanya juga barang murah dan imut-imut kecil,
kualitas bisa sebanding dengan harga, kalau beli yang ukuran besar (selain dibawanya
ribet, nanti ketahuan juga sama yang punya rumah, hehehe).
Magic stuff |
Pagi ini cuaca diluar sedang cerah-cerahnya, aktivitas hanya
dirumah sendiri, akhirnya banyakin nulis lagi dan buka-buka catatan IELTS,
teriring salam dari sini ya sahabat…. Selamat menjalankan ibadah puasa….
Bonus ekspresi kediinginan saat buka puasa di jalan di bangku taman |