Saturday, April 23, 2016

0 Mana Gamismu?

Dulu memang saya bukan pengguna aktif instagram, namun belakangan ini saya kerap kali membuka dan mengupload beberapa foto dengan tujuan berbagi pada sahabat semua, saat salah satu foto saya di depan kampus impian, saya mengenalan celana longgar dan jumper. Dan saat itu pula ada sahabat yang menegur, “Ko sekarang pakai celana lagi si? Masa sekarang pakai celana lagi? Kemunduran dong namanya?” Teggg… dada ini begitu sesak, mata berkaca-kaca dan entah apa yang hati ini rasakan, semacam teguran, semacam nasihat dan pengingat. Ya Rabb, hamba yang masih miskin ilmu ini masih terus dan terus berbenah diri. Keadaan hamba yang ada disini bukannya ingin menanggalkan pakaian syari, bukan pula berniat pada zaman jahiliyah. Hamba disini ingin terus belajar, menimba ilmu, merasakan sisi lain sebagai minoritas muslim disini. Ampunilah hambaMu ya Rabb…

No Caption
Sebelum saya memutuskan untuk pergi kesini, saya memang sudah memikirkan konsekwensi yang akan dihadapi kelak, sulitnya mencari tempat shalat, komunitas muslim yang tak sebanyak di Indonesia, tak bisa mendengar  suara adzan disetiap tempat, juga cukup sulitnya mencari makanan halal. Namun hal ini sudah saya antisipasi sejak awal, begitu pula dengan soal berpakaian. Saya tidak membawa banyak gamis kesini, yang saya bawa adalah baju-baju panjang dan celana longgar yang tentunya tidak membentuk badan, dan Alhamdulillah kaos kaki masih tetap menemani setiap langkah ini. Tak bia dipungkiri, memang rasanya ada yang kurang saat saya kemanapun mengenakan celana, namun ditutupi dengan longgarnya baju dan celana semoga tetap bisa menjadi pakaian yang seharusnya saya pakai.

Saya, manusia yang masih fakir ilmu agama masih terus belajar dan belajar, masih terus memperbaiki setiap tingkah laku serta ucapan, masih terus berbenah untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga Alloh mengampuni dosa-dosa kita semua, memudahkan jalan kita untuk terus beribadah kepadaNya. Jikapun keadaan yang mengharuskan saya seperti ini sekarang, semoga Alloh mengampuni, aktivitas saya disini berbeda dengan akivitas dirumah, Alloh mengetahui segala sesuatunya.

Terimakasih atas tegurannya sahabat, semoga apa yang terjadi pada diri ini bukan sebuah kemunduraan, semoga kita semua diberikan prasangka yang baik pada sesama, juga saling mendoakan satu sama lain. Banyak pembelajaran lain yang saya dapat yang memang tidak terlihat kasap mata oleh orang lain, pelajaran yang saya alami, saya rasakan dan semoga menjadikan kehidupan kedepannya lebih baik. Saya banyak belajar agama dari negara ini, ilmu agama yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya.

Pertama, ilmu untuk lebih bertoleransi pada sesama manusia. Saat host family memasak ayam yang bukan produk halal, saya harus mencari alasan untuk pergi keluar agar tidak memakannya, karena tidak ingin menyakiti hatinya dan begitu ingin menghargai. Kalaupun saya harus jelaskan panjang lebar mengapa saya tidak boleh memakan daging yang bukan produk halal, itu akan menjadi perdebatan panjang dan saya ingin menghindari mereka berfikiran bahwa muslim itu rasis. Karena yang mereka tahu bahwa yang tidak boleh kami makan adalah anjing dan babi.

Pembelajaran lainnya berupa memberikan pengertian pada yang lain bahwa aurat ini hanya bisa diperlihatkan pada yang boleh melihtnya saja. Lagi-lagi, pendekatan komunikasi yang baik harus bisa diterapkan disini agar apa yang kita sampaikan juga masuk ke hati dan bisa diterima oleh mereka.

Pelajaran berikutnya untuk lebih berhati-hati memilih makanan. Didikan Bapak dari kecil untuk tidak jajan diluar sangat berguna disini, sangat jarang sekali saya membeli makanan diluar yang belum jelas dari mana asalnya. Seringkali saya harus memperhatikan betul produk apa yang saya beli, ada tidak dalam list halal website, perabotan semuanya pribadi mulai dari piring, panci, kuali dll. Masak sendiri, selain bisa menghemat juga bisa terjaga kesehatannya karena kita yang masak. Terkadang sampai menahan lapar ketika keluar rumah, itulah yang menjadi kenikmatan belajarnya, padahal makanan diluar sana banyak yang menggoda iman, hehehe.

Merasakan kasih saying sesama muslim, siapapun itu sekalipun orang yang tidak kita kenal saat melihat saya berkerudung, mengucapkan “Assalamu’alaikum” atau memberikan senyuman, begitu hangatnya terasa disini. Islam itu memang damai, islam itu indah, sangat indah.

Ada juga hal lucu saat saya diundang makan siang oleh seorang ustadz dan kita makannya terpisah, semua laki-laki diluar dan perempuan didalam, saya bersama istri Ustadz tersebut. Saat itupula seorang non-muslim yang ada diruangan bertanya:”Apa kalian setiap hari makannya seperti ini terus? Selalu berpisah terus? Kenapa si? Ko begini? Hehehe…. Dengan keterbatasan ilmu saya menyampaikan beberapa hal, semoga bisa diterima dengan baik.


Juga saat saya pergi ke OP Shop(yang menjual barang second hand) yang lokasinya persis disamping gereja, nenek tua menghampiri saya dan dan berkata:"I'll show something for you. This is special, the only one", saya bingung padahal kesana berniat mencari buku dan ternyata nenek itu mengambil kerudung hitam yang ada ditumpukan keranjang, saya tersenyum karena kerudung itu penuh dengan payet disampingnya, kerudung yang biasa ibu-ibu kenakan dan akhirnya saya membelinya dengan harga 50cents(sekitar 5rb rupiah jika dikali kurs) hehehe.... Begitu indahnya toleransi disini, ya meskipun ada sebagian juga yang melihat saya(berjilbab) dengan pandangan risih. 

Ini dia kerudung BURICAK BURINONG :p
Sebenernya di kepala juga banyak payetnya berkilau, tapi saya copot :D
Masih banyak lagi pelajaran-pelajaran agama yang saya dapatkan, yang belum tentu saya dapat di Indonesia. Semoga Alloh terus melindungi kita semua dimanapun kita berada, Alloh yang Maha Mengetahui, Maha Sempurna Maha segala-galanya… lagi, semoga keberadaan saya disini bukan sebuah kemunduran, tapi sebuah langkah awal untuk membuka wawasan islam yang amat sangat luas, wawasan islam yang diambil dari berbagai sisi. Semoga Alloh senantiasa mempermudah kita dalam mencari ilmuNya.

Sunday, April 3, 2016

0 Nikmat Mana Lagi?

Pagi ini diselimuti dengan awan yang pekat, tak sedikitpun matahari terlihat memancarkan cahaya seperti biasanya, ditambah dengan udara dingin seperti di Puncak, iya ini di Melbourne, yang kata orang cuacanya cukup ekstrim. Mengapa dibilang demikian? Karena bisa berubah secepat kilat, juga bisa berganti dari panas mendadak menjadi amat sangat dingin. Minggu lalu, tepat jam 18.30 saya tiba di Southern Cross Station dengan membawa perabotan banyak layaknya orang pindahan. Ya memang ini pindahan dari kampung ke kota. Perjalanan yang cukup menyita waktu yang dimulai dari jam 9 pagi diakhiri di sore hari dengn dua moda transportasi. Betul-betul saya merasa jadi orang udik (baca: kampung) memang tak bisa dipungkiri, saya orang dari kampung beneran. Hahaha. Setibanya di stasiun, saya melihat orang-orang di sekitar dengan style ala kota, berlalu-lalang mengenakan coat dan boots, namun konteksnya disini bukan untuk gaya-gayaan, tapi kenyataannya memang udara amat saat dingin. Percaya atau tidak, saya hanya mengenakan sandal jepit adidas KW yang dibawa dari Indonesia dengan harga Rp7.500,- lengkap dengan kaos kaki warna kulit dan kaos panjang serta celana kolor longgar. Awalnya memang rada minder, ini sudah sampai di kota yah? Cari platform ke tempat tujuan saja rasanya bingung, karena sedikit berbeda dengan train yang ada di Sydney, yang membuat semakin bingung karena tidak mempunyai paket internet dan tidak mempersiapkan informasi yang matang sebelum berangkat, jadi jurus yang bisa digunakan adalah bertanya pada setiap orang yang kelihatannya bersedia untuk diberi petanyaan.

Wear Local, Think Global, sendal jepit Rp.7.500
Percaya tidak? Tiba di Melbourne saya belum mendapatkan akomodasi dan hari sudah mulai gelap, beruntung ada teman kursus di Faster English, Pare yang sudah setahun disini. Menjemput di stasiun dan juga membantu mencarikan informasi mengenai akomodasi. Alhamdulillah, ada rumah yang bisa digunakan untuk satu minggu kedepan, tepat jam 23.00 masuk ke rumah tanpa tahu harga per week nya berapa dan siapa pemiliknya, wkwkwkw. Satu malam berlalu, siangnya saya mulai pergi mencari sepatu diskon, agar kemana-mana tidak lagi menggunakan sandal jepit, karena udara yang amat sangat dingin. Kaget? Iya, Minggu malam mencapai 7o dan luar biasa. Padahal ini masih musim autumn, sudah terbayang apalagi masuk winter.

Setelah 2hari tinggal di rumah ini, saya baru tahu siapa pemiliknya dan berapa yang harus dibayar, tak disangka yang punya rumah ini berasal dari tetangga kota dimana saya berasal, yaitu Cirebon. Alhamdulillah, Alloh memudahkan setiap langkah ini, bersyukur bisa berkumpul kembali dengan orang-orang Indonesia jadi bisa merasakan kembali lezatnya masakan nusantara. Lagi-lagi sangat bersyukur karena banyak sekali orang-orang baik di sekelililng saya dan salah satu hal yang juga membuat rindu saya terobati adalah bertemunya dengan pohon cabai. Iya, cabai dan pedas adalah hal yang saya rindukan keberadaannya. Sulit mencari cabai segar disini, sekalinya ada itupun harganya mahal. Ternyata dibelakang rumah terdapat tiga pohon cabai yang sangat menggoda, alhasil otak ini berputar pesat membayangkan masakan apa yang sekiranya enak untuk dimakan dengan kombinasi super pedas. Padahal Bapak mewanti-wanti agar saya bisa menghindari pedas, tapi apadaya godaannya begitu menggiurkan, hehehe. Akhirnya pilihan jatuh pada ayam cabai merah yang dimasak 1kg untuk beberapa hari kedepan.

Tinggal petik sesuka hati, sebanyak apapun
Panen hari pertama
Sekila Ayam
Ini hasilnya, selamat makan
Nikmat mana lagi yang kau dustakan saat bisa makan tempe? Lalapan dan sambal uleg buatan sendiri? Bagi saya dulu saat menyandang status pelajar di Jakarta, makan tempe adalah kegiatan sehari-hari disaat sebagian uang harus dialokasikan untuk hal lain, namun disini makan tempe adalah keistimewaan tersendiri karena tidak mudah didapat dan harganya lebih mahal dari daging L Masakan favourite saya adalah gejrug tempe. Namanya juga orang sunda, tempe ditumbuk dengan cabai dan bawang lalu diberi garam saja sudah mewakili cita rasa yang cetar membahana, ditambah dengan lalapan dan sambelnya. Gara-gara cabai, setip hari selama seminggu saya makan pedas dan perut mulai tidak stabil.

Di Aussie nemu cobek, jadinya terong dicabein :D
Dari hal kecil seperti cabai saja sudah membuat saya banyak bersyukur pada Alloh, banyak sekali nikmat-nikmat yang diberikan yang kadang tanpa kita sadari. Biasanya, kita hanya terfokus pada nikmat besar yang terdapat dalam hasil, misalnya mendapatkan uang yang banyak, mendapatkan hal yang kita ingin, dll, namun lebih dari itu, banyak kenikmatan-kenikmatan kecil yang seolah luput dari kesadaran kita. Padahal, perintilan nikmat itu malah yang menumpuk menjadi banyak dan akhirnya mendorong  pada hasil yang didapat.

Ya Rabb...
Terimakasih atas segala nikmat yang telah Engkau berikan,
Nikmat iman, nikmat Islam,
Nikmat kesehatan, Nikmat keselamatan,
Nikmat keluarga yang utuh, orang tua yang begitu menyayangi
Nikmat orang-orang sekitar yang telah Engkau pilihkan,
Nikmat berupa sahabat-sahabat yang baik,
Nikmat rezeki yang berlimpah,
Nikmat pengetahuan yang luas,
Nikmat kehidupan ini,
Jadikanlah kami orang yang selalu bersyukur, terhindar dari kufur nikmat dan berkahilah hidup kami,
Jangan sampai semua yang telah Engkau berikan melalaikan kami, jadikanlah semuanya sebagai jalan untuk mempermudah kami dalam beribadah…
Dan, kembalikanlah kami kehadapanMu dalam keadaan khusnul khotimah

Aamiin…..

Pengunjung Blog Saya

 

Coretan Riska Anjarsari Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates