Friday, September 22, 2017

0 Drama "Hajatan dan Kondangan"

Setelah 8 bulan tidak menulis disini, akhirnya sekarang ada kesempatan untuk menuangkan isi fikiran yang sudah lama ada di kepala. Dilihat dari judulnya, bahasan ini memang kerap terjadi dalam kehidupan sosial kita, terutama saya yang lahir dan tumbuh di desa kecil. Coretan kecil ini dibuat sebagai curahan hati saya serta unek-unek yang mengganjal hati dari sudut pandang saya pribadi, berdasarkan pengalaman dan hal-hal yang terjadi di sekitar, bukan untuk memojokan orang lain atau mengomentari suatu pihak, namun ini adalah gambaran secara umum yang memang banyak orang rasakan.

It doesn't have to bi big, small is beautiful

Resepsi pernikahan atau yang lebih kita kenal dengan hajatan bisa mengandug dampak positif dan negatif bagi pendengarnya. Satu sisi, saat seeorang mendengar kata hajatan, yang ada dalam fikirannya adalah acara syukuran, kebahagiaan, berkumpul, menyantap hidangan, namun disisi lain, bagi orang yang sedang dalam keadaan pas-pasan, mendegar seseorang akan menggelar hajatan adalah “stress” karena pada saat itu ia sedang tidak punya uang lebih untuk datang ke acara tersebut.
Pembukaan diatas hanyalah setitik tinta dalam sebuah kertas kosong yang berarti masih banyak tempat untuk mengisi kekosongan tersebut, dibawah ini saya akan menguraikan beberapa hal lain untuk melengkapi kertas tersebut menjadi selembar kertas yang penuh tinta, hehe...

Hajatan itu sekali seumur hidup

Itu adalah kalimat yang sering terucap oleh tukang rias saat menawarkan jasanya kepada “customer” agar mereka membeli paket terbaik yang disediakan. Dengan alasan ini, maka si pengantin harus terlihat paling menonjol dan menjadi pusat perhatian banyak orang, ditambah dengan dekorasi yang bagus atau bahkan mewah serta hidangan makanan yang super nikmat, juga dengan cenderamata yang khas dengan tulisan kedua mempelai, serta pajangan foto-foto pre-wedding yang menghiasi setiap sudut acara, sang pengantinpun rela menjama’ shalatnya karena si tukang rias bilang “kalau wudhu nanti bedaknya luntur”, dan masih banyak lagi. Dengan kata lain, dibalik itu semua, haruslah ada biaya yang tak sedikit yang disediakan oleh kedua mempelai.

Pinjam uang di hajatan

Dalam kehidupan masyarakat kita pada umunya, tak sedikit yang harus meminjam uang untuk menutupi biaya hajatan, dengan harapan, setelah terselenggaranya acara tersebut, mereka bisa mengembalikan hutangnya. Demi memenuhi gaya hidup, tuntutan pernikahan yang diidamkan, juga menutup gengsi di lingkungannya, banyak orang tua yang rela menjual apa yang mereka punya dan meminjam uang sebagai tanda kasih sayang untuk anaknya. Kalau difikir, mau sampai kapan anak terus merepotkan orang tua dimulai sebelum lahir ke dunia hingga entah kapan akhirnya. Yang saya rasakan, mereka senang merepotkan diri da itulah yang telah mereka pilih.

Hajatan menutup jalan

Pada hari saat acara berlangsung, bagi mereka yang mempunyai budget besar, mungkin akan memilih menyewa gedung dan menyerahkan acaranya kepada wedding organizer untuk mengurangi kerepotan, namun bagi masyarakat di desa yang rumahnya ada di sekitar jalan, mereka akan memanfaatkan jalan sebagai lokasi penyimpanan kursi tamu untuk prasmanan dan panggung dangdut sebagai hiburan. Yang dibutuhkan adalah, membayar pada pihak tertentu untuk menutup jalan dan petugas kemanan sekitar. Sungguh, hal ini amat sangat menyebalkan. Saya sebagai korban yang pernah mengalami ini menggerutu dalam hati:”Kok ya orang tega mementingkan kepentingan sendiri, padahal ini jalan umum, tapi malah ditutup hanya demi mensukseskan acara mereka, jadi nyusahin banyak orang yang harus putar balik cari jalan alternatif, hufffftttt.”

Hajatan sebagai wadah transaksi harus dikembalikan

Pernah gak kalian atau orang tua kalian mengintip daftar catatan hutang kondangan untuk kembali dibayarkan kepada si penyelenggara hajat? Itu yang terjadi pada ibu saya sendiri, hhmmm. Ini mungkin hal yang lumrah bagi sebagian besar ibu-ibu, jadi mereka akan mengembalikan sejumlah uang yang telah diterima pada saat menjadi penyelenggara (itung-itung bayar hutang) atau jika zamannya sudah berubah, maka uang tersebut akan dinaikan nominalnya, namun jika kita belum pernah terhutangi anggap saja ini sebagai tabungan jika suatu saat akan hajatan, makan uang tersebut dipercaya akan kembali, hahaha. Itulah prinsipnya.

Giliran gak kondangan, diomongin!

Pada acara reuni setelah lebaran kemarin, saya duduk disebelah teman yang sudah menyelenggarakan hajatan dalam waktu yang cukup berdekatan, lalu tanpa disengaja saya mendengar mereka bercerita tentang (Dalam bahasa sunda yang sudah di translate)  :”Eh si A kemarin datang ga ke hajatan kamu? Kok dia ga datang yah, padahal kan kita kenal baik.” Dijawab:”iya ih gak datang, nanti kalau dia hajatan, aku gak usah datang deh, kan gak ada hutang.” Dalam benak saya, sekeras inikah kehidupan setelah menjadi ibu-ibu? Jadi benarkah hajatan hanya ajang untuk menabung dan bayar hutang? Bukan lagi sebagai ajang silaturahim dan saling mendoakan. Kita tidak pernah tahu apa alasan seseorang tidak bisa menghadiri hajatan, bisa karena saat itu ia sedang tidak ada disana, bisa jadi memang sedang tidak ada rezeki untuk pergi, atau alasan lain yang memang tidak kita ketahui. Sudah sampai sanakah fikiran kita? Atau berharap kedatangan tamu hanya untuk amplopnya saja? Dan lucunya lagi, saat saya sampai rumah, dan menanyakan kepada Ibu saya: “Mah, Neng kondangan gak ke si ‘itu’?”. Dan dijawab:” Pas si ‘itu’ hajatan, Nenek meninggal, jadi Mamah boro-boro kefikiran kondangan, Mamah nginep di rumah nenek beberapa malam.” Heloooohhhh??? Apakah yang mereka maksud merka adalah saya yang kondisinya sedang di Australia, hahahahaha. Hal menggelitik lain pada saat saya mengendarai motor, teman saya yang dibonceng bilang:”Neng jangan jalan kesana, itu di depan ada teman SMA saya, kemarin saya gak kondangan, malu. Lewat jalan lain saja.” Yang disimpulkan dari sini, Jangan sampai tidak kondangan=putus tali silaturahim.

Balik modal dari kotak hajat

Setelah acara berlangsung, mungkin si pengantin akan sibuk dengan dunianya sebagai penanti baru, namun bagi orang tua, mereka akan sibuk membuka amplop yang ada di kotak. Mencatat semua uang masuk dan siap mengeposkan uang-uang tersebut untuk menutupi pengeluaran belanja dapur atau sewa sound system, dll. Harapannya adalah, uang yang didapat semoga bisa menutupi semua pengeluaran dan bisa membayar semua hutang. Jika ada lebih, bisa untuk anaknya bulan madu. Tapi ironisnya, jika harapan tak sesuai kenyataan, boro-boro balik modal, malah harus nombok! Yang harus dilakukan adalah, kehidupan awal si pengantin akan lebih keras karena harus mecicil semua hutang, boro-boro buat nyicil rumah atau ngontrak, tinggal saja masih harus numpang dengan orang tua.

Coretan diatas sepertinya tidak akan berlaku bagi orang-orang kaya. Itu mungki hanya terjadi di kehidupan masyarakat menengah kebawah. Hal-hal diatas bisa jadi karena didasari oleh kebiasaan masyarakat yang hingga saat ini masih menempel meskipun zaman sudah secanggih ini. Banyak hal yang bisa dipetik, teruatama bagi saya pribadi yang dari dulu tidak pernah mendambakan memiliki pernikahan yang mewah, merepotkan banyak orang atau bahkan menyakiti hati orang yang sebetulnya tidak bisa datang terkendala biaya, semua hal yang nantinya akan berujung pada kata mubadzir, saya hanya mengahrap keridha-an Sang Pencipta, namun yang ada dalam fikiran saya belum tentu bisa diterima oleh orang-orang sekitar. Disaat seseorang mengadakan acara sederhana, dikiranya “hamil duluan.” Semua kembali kepada niat setiap orang, jika acara tersebut diniatkan untuk bersedekah, semoga hatinya bersih tanpa mengharap orang memberikan sesuatu, semoga  bisa tepat memberikan sedekah tersebut, bukan hanya orang-orang mampu saja yang merasaknnya, tapi orang diluar sana yang sebetulnya lebih membutuhkan bisa tersalurkan sedekahnya.


Disinilah pentingnya pendidikan untuk bisa memahami satu sama lain. Pentingnya kita berfikir jauh kedepan dan mengukur kemampuan diri dengan tidak memaksakan kehendak. Pada dasarnya, agama Islam selalu memudahkan urusan umatnya, kadang “adat” lah yang meribetkannya. Semoga Alloh senantiasa memberikan kita kemudahan untuk terus berada dalam koridor Islam yang semestinya.

Friday, January 6, 2017

1 Maaf, Saya berubah!

Hari ini sudah menginjak bulan Januari, artinya sudah hampir satu tahun saya tinggal di negeri kangguru. Banyak sekali suka duka yang dirasakan, entah lebih banyak sukanya, dukanya atau bahkan seimbang. Yang pasti, tahun pertama yang kebanyakan orang bilang sebagai tahun tersulit dalam menjalani suatu hal dan begitu pula yang saya rasakan. Banyak sekali air mata yang jatuh, kadang karena saking bahagia, sedih atau kesepian.

Banyak hal yang berubah pada diri ini, termasuk perubahan berat badan yang naik turun. Saat ini turun cukup lumayan, sekitar 4kg dari 3bulan kebelakang. Bisa disebabkan karena aktifitas fisik yang dirasa cukup berat, atau bisa pula karena kondisi fikiran dan perasaan yang selalu tidak stabil. Yap, saya sering merasakan rindu orang-orang disekitar saya dulu, saya rindu berkumpul dengan keluarga, dengan teman-teman, dengan siapapun orang yang ada disekeliling saya.

Selama saya tinggal disini, cenderung menjadi pribadi yang tertutup, terlebih lagi saya selah menarik diri dari lingkungan, itulah faktor utama saya merasa kesepian. Saya tidak punya teman!!! Disaat saya sedang berada di keramaian, tetap saja jiwa ini seperti kosong, merasakan kesepian yang begitu mendalam. Hidup ini seperti serba salah, saya yang sekarang betul-betul tak seceria saya beberapa tahun kebelakang, yang begitu mudahnya berbaur dengan siapapun yang baru dikenal, yang begitu luwes dan banyak bicara, sekarang saya menjadi seorang pendiam, pemurung dan penyendiri. Ada apa dengan diri ini? Saya tidak nyaman berada di lingkungan yang ramai, saya tidak suka aktif di social media, jarang membuka pesan-pesan yang masuk, karena saya ingin mnutup diri dan menghindar. Saya tidak ingin banyak orang tahu kondisi saya sekarang, menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak saya suka, saya betul-betul berubah!!!

Rasanya ingin kembali seperti dulu, tapi sepertinya itu sudah tidak mungkin, karena saya bukan Riska yang dulu. Ditengah kesepian ini, saya hanya bisa mengingat-Nya, saat berada diluar ruangan, saya hanya bisa menatap ke langit, bertasbih, merasakan kekuasaan-Nya, itu yang membuat saya tenang. Hal lain yang tak kalah penting adalah, perubahan ini membawa saya lebih dekat dengan keluarga, hal sekecil apapun yang terjadi, saya langsung mengabari Mamah, Bapak. Merekalah sumber motivasi saat ini, saat saya sudah menyerah, menangis dan ingin kembali pulang, mereka yang mengingatkan tujuan awal saya untuk pergi jauh.

Saat ini saya belum bisa bertemu mereka, saya sedang mengajukan perpanjangan student visa, semoga menghitung hari, saya diizinkan Alloh untuk pulang, melepas rindu bersama orang-orang tercinta, dan mengembalikan kembali diri ini agar sedikit bisa membuka diri. Saya sampaikan maaf juga untuk teman-teman, maafkan saya yang sekarang.

Ditengah hiruk pikuk kota, diri ini masih merasa sendiri


Salam rindu,

Neng.

Tuesday, November 15, 2016

0 Kehilangan

Bismillahirrohmaanirrohiim…

Lima bulan sudah terhitung dari postingan terakhir di blog. Kemana saja saya selama ini? Apa yang telah diperbuat? Berapa banyak manfaat yang sudah dilakukan? Pelajaran apa yang didapat? Berapa banyak kesalahan yang sudah terjadi? Jawaban atas pertanyaan diatas akan dibuat dalam sebuah cerita yang kedepannya akan menjadi catatan pengingat bagi diri ini yang sering lupa.

Cerita ini diawali dengan dua social media yang saya gunakan dalam mengisi waktu luang. Isinya menggambarkan kebahagiaan dan kesuksesan orang lain serta opini-opini mereka dalam menanggapi suatu hal. Disini saya menyimpulkan bahwa, kemungkinan orang diluar sana menilai hidup saya sekarang sukses, bisa tinggal di luar negeri dengan waktu yang cukup lama, bisa merasakan kehidupan sebagai seorang muslim ditengah non-muslim, dan lain-lain. Begitupun saya, melihat kehidupan teman-teman yang lain seolah ringan dan penuh kenikmatan. Padahal mereka tidak tahu apa yang sudah mewarnai hidup saya disini, hehehe. Lagi-lagi, itulah hidup, itulah manusia!

Disini saya akan memberikan gambaran mengenai beberapa cerita yang sudah terjadi di bulan Agustus&September. Saya kehilangan uang sekitar $1.600 karena ketidaktelitian memilih tempat kerja. Uang yang seharusnya saya dapat hasil kerja keras selama 13 hari entah kemana, employer saya tidak memberikan hak itu, ia malah kabur, memblokir nomor telepon saya dan sekarang entah dimana. Awalnya saya sangat kecewa dan terus menangis setiap ingat hal ini, mengadu pada Alloh, “Mengapa ini semua terjadi disaat saya membutuhkannya?” Sebagai warga asing disini, hal yang sudah saya lakukan adalah melapor pada imigrasi namun mereka tidak memberikan respon yang baik, lalu saya melapor dua kali pada Polisi dengan kantor yang berbeda, tapi keduanya tidak menanggapi masalah ini. Mereka mengatakan bahwa persoalan ini bukan wewenangnya, saya disarankan menghubungi dua kantor lain yang berbeda. Kesalahan saya disini memang tidak mengetahui jelas perusahaan tempat saya bekerja dan tidak ada kontrak yang ditandatangani, karena ini pekerjaan casual, jadi mau tidak mau saya harus akhiri kasus ini dengan keikhlasan. Dalam benak saya, kehilangan uang 16juta (yang sebetulnya bisa digunakan sebagai biaya hidup selama satu bulan, atau bisa digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat) sungguh menyesakkan dada. Dikala diam, saya terus menangis, mengapa tidak? Saya sakit hati karena hasil keringat saya yang dilakukan dengan menempuh perjalanan pagi hingga matahari terbenam sia-sia begitu saja, tenaga dan waktu yang sudah saya keluarkan tidak memberikan hasil. Lelah yang dirasa saat harus berlari mengejar kereta tidak dihargai. Tapi apa yang bisa saya lakukan sekarang? Mengikhlaskan. Iya, sudah berkali-kali saya mebahas ilmu ikhlas didalam blog ini, kenapa? Karena saya sering kehilangan. Padahal, apa sih makna kehilangan itu sendiri? Saya mengoreksi diri dan hati ini, sebetulnya apa pantas saya bilang ini kehilangan? Tidak, tidak sama sekali! Apa yang hilang padahal itu bukan milik kita, semua milik Alloh! Uang sekecil itu dimata Alloh bukan apa-apa, Alloh sang pemilik bumi dan alam raya ini. Semua milik Alloh. Hei Riska, sadar!!! Alloh memberikan pelajaran ini untuk terus melatih ilmu ikhlas. Belum tentu saya bisa bersedekah sebanyak ini, anggaplah sebagai sedekah yang harus dibayar, anggap waktu dan tenaga yang berlalu sebagai nilai ibadah, jadikan syukur yang harus dibayar atas nikmat lain yang telah Alloh berikan. Saya juga terus melatih ilmu berbaik sangka pada Alloh, bisa jadi  Alloh hanya mengambil sebagian dari uang saya, padahal seharusnya ada kecelakaan yang harus saya alami. Bisa jadi ada penyakit yang harus saya derita, tapi karena kasih sayang Alloh, Ia hanya mengambil nominal uang. Semua sudah terencana dengan baik, saya bersyukur masih diberikan kesehatan, kenikmatan hidup, juga kenikmatan beribadah, itu yang seharusnya diperhatikan.

Dua minggu lalu, saya kehilangan helmet yang biasanya disimpan dan dikunci bersamaan dengan sepeda di stasiun. Harganya memang tak seberapa, tapi saya tidak bisa menggunakan sepeda tanpa helmet, dikarenakan untuk mematuhi aturan. Saya fikir, mungkin ada orang yang lebih membutuhkannya, jadi mau-tidak mau ia harus mengambilnya dengan cara menggunting. Dan ternyata? Hari minggu kemarin, lengkap sudah sepeda saya juga hilang, hehehe. Saya biasa meninggalkan sepeda di stasiun setiap sore pulang kerja dan “menginapkannya” dan besok pagi saya gunakan untuk berangkat ke tempat kerja. Sesaat ditangga stasiun, biasanya sepeda saya terparkir dan terkunci, tiba-tiba hanya menyisakan rantai kunci yang terputus. Apa respon saya pada saat itu? Hanya senyum dan tertawa kecil. Saya berfikir mungkin semalam ada orang pulang mabuk dan butuh kendaraan untuk ke rumah, makanya ia merusak rantai kunci dan membawa sepedanya pulang. Akhirnya, kembali jalan kaki menempuh 4,5KM pulang pergi dari rumah ke tempat kerja, hehehe. Karena sebelumnya sudah banyak dilatih untuk ikhlas, maka kedepannya semoga tetap dikuatkan menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.

Bagi saya, kehilangan itu bagian dari kenikmatan, kenikmatan bagi hati yang menikmati dan mengikhlaskan. Lagipula, kehilangan itu merupakan sebuah proses mendapatkan dan menemukan. Saya meyakini Alloh tidak pernah tidur, akan ada banyak hal yang saya dapatkan dan temukan yang lebih besar nilainya. Jauh lebih baik kita kehilangan apa yang dimiliki daripada kita kehilangan keimanan kepada Alloh, juga kehilangan kasih sayang dan ridho-Nya.

Hilang + Ikhlas = Kembali

Salam,

Sydney, 15 November 2016.

(Menulis dengan diiringi flu berat)

Wednesday, June 15, 2016

0 Ramadhan dan Winter

Ramadhan yang betul-betul penuh berkah, Alhamdulillah saya merasakan berpuasa di cuaca dingin. Belum dibayangkan sebelumnya jika harus berpuasa, sambil bekerja di farm ditambah dengan cuaca 400c, panas yang luar biasa yang sudah pasti dehidrasi. Tapi itu hanya imajinasi, kenyataannya saya berpuasa ditengah cuaca dingin. Jauh sebelum ramadhan tiba, saya sudah download jadwal imsak dan sholat dan Alhamdulillah, lebih pendek dari yang biaasa dilakukan di Indonesia, ya hanya 11 jam. Menjelang hari pertama, rasanya sudah amat ditunggu-tunggu, telepon keluarga di rumah menanyakan kondisi ramadhan disana nantinya dan diberikan wejangan-wejangan oleh orang tua, disini tepat diawali pada hari Senin, 6 Juni 2016, yang berarti minggu malam sudah melaksanakan sholat tarawih. Lokasi masjid yang berada sekitar dua kilometer dari tempat tinggal memudahkan saya untuk menuju kesana, Alhamdulillah baru kali ini menginjakkan kaki di masjid itu setelah hampir sebulan tinggal di kota ini. Tiba diluar masjid, “Ko sepi ya?” ternyata memang belum banyak yang datang. Tempat sholat wanita berada di lantai dua dan sudah ada dua orang wanita mengenakan mukena sedang duduk manja disana. Dalam hati saya bilang, “Ini ko mukenanya modelan mukena yang suka temen-temen saya pake ya, bahannya, coraknya, kayanya orang Indonesia deh(karena di masjid-masjid lain yang saya singgahi juga biasanya ketemu orang yang pakai mukena macem-macem, ya Cuma orang kita, hehehe).” Lanjut, saya hanya senyum cantik dan mengucapkan salam. Usut punya usut, mereka berdua ngobrol eh pakai logat ibu-ibu sosialita Indonesia, dan taraaaa akhirnya saya tanya,”Mbak orang Indonesia juga?” Yaelaaaah, jauh tarawih di Australia ternyata ketemu orang Surabaya dan Lombok, hahaha. Yaudah akhirnya punya pasukan bermukena deh.

Jadwal sholat di masjid sebelum ramadhan

Tarawih yang berbeda

Beda masjid, beda juga kebiasaan tarawih yang digunakan. Bacaan sholat disini cukup singkat dan saya mempelajari dengan mendengarkan tuntunan sholat dari salah satu ustadz di Australia ternyata ada beberapa hal yang membuat singkat, berbeda dengan bacaan sholat yang saya pelajari saat kecil. Misalnya diawal sholat tidak membaca Doa Iftitah, lalu bacaan rukuk ”Subhaana robbiyal’adhiim”, lalu pada I’tidal hanya membaca “Robbanaa walakal-hamd”, sujud membaca “Subhaana robbiyal’alaa”, duduk diantara dua sujud membaca “Robbighfirlii” hal inilah yang membuat lebih singkat dari sholat saya biasanya. Mashaa Alloh, keberagaman sholat tanpa mengurangi rukun-rukunnya, perbedaan mazhab bukan menjadikan halangan dalam beribadah, inilah islam. Maklum saya orang kampung yang baru belajar di Negara orang, belajar memahami kehidupan muslim disini. Oya, ada hal yang berbeda pada saat sholat witir yang langsung digabung menjadi tiga rakaat, rakaat pertama dan kedua aman, pada saat rakaat ketiga, imam masih mengeraskan Alfatihah dan Al Ikhlas, dan selesai membaca surat lalu mengangkat tangan dan “Allohuakbar”, saya langsung rukuk seperti biasa dan cukup lama menunggu I’tidal (ko ga berdiri-berdiri ya). Ternyataaaa, mereka masih berdiri dan pada “Allohuakbar” berikutnya barulah rukuk. Berhubung tempat wanita tidak bisa melihat imam, jadi ya saya ada kesalahan akibat ketidaktahuan. Dari sanalah saya banyak belajar, ternyata seperti ini ya keberagaman yang lainnya, Alhamdulillah nikmat iman dan islam yang luar biasa. Sholat tarawih disini cukup singkat, hanya 11 rakaat(termasuk witir), surat yang dibacapun tidak begitu panjang, jadi kurang dari satu jam sudah selesai rangkaia sholat isha hingga witir. Di malam pertama sholat hanya terdiri dari enam orang jamaah wanita, Alhamdulillah malam-malam berikutnya terus bertambah hingga suatu malam sangat penuh. Kebanyakannya adalah orang Sudan (berkulit hitam). Oya, mereka (orang Sudan) sholatnya mengenakan pakaian biasa dan tanpa menutup kaki. Jadi pada saat sholat tidak dibalut dengan kaus kaki atau pakaian panjang, jadi si kaki itu masih kelihatan. Wallohualam bishowab….

Hal lain yang membuat saya tertawa geli adalah, seusai sholat saya masih kebagian jatah lollipop, jadi ada Bapak-bapak yang bertugas membagikan lollipop itu pada anak-anak, berhubung mungkin wajah saya masih terbilang muda belia seperti anak baru lulus SD, jadinya masih kebagian deh, lumayanlah rezeki orang cantik, hahaha.

Ini dia oleh-oleh pulang tarawih
Berbuka dengan yang manis

Menu buka puasa hari pertama
Hari pertama buka puasa, yaitu dengan segelas coklat hangat, vegemite toast, spaghetti juga tentunya buah-buahan. Ah ini buka puasa belaga kaya bule haha, tanpa nasi! Besok-besok akhirnya buat bakwan dan makan nasi deh. Di hari selanjutnya-selanjutnya buka-buka resep di youtube dan cookpad akhirnya mau coba buat kolak biji salak labu kuning, dengan semangat membara belanja kebutuhannya, santan, gula jawa (400gram=$3=mahal) yang beli di Asian market, labu kuning, tepung tapioca, menghabiskan sekitar $10 untuk beberapa mangkuk kolak. Saking antusiasnya, dari jam 12 siang sudah repot di dapur (padahal lagi ga puasa juga karena halangan), step by step yang dari youtube diikuti akhirnya jadilah adonan. Tapi memang, kenyataan kadang tak sesuai harapan, awalnya mendambakan biji salak dengan bentuk padat dan bulat sempurna namun yang terjadi lembek dan seperti kerupuk yang direbus (baca: seblak). Penyebab semua ini terjadi adalah labu kuning yang sudah mengandung banyak air malah direbus (akibat tidak ada kukusan), ya jadinya semakin banyak air. Tapi apa boleh buat, jangan dilihat dari bentuknya, tapi pahami rasanya, hehehe. Not bad lah, untuk ukuran anak gadis yang belum pernah membuat makanan sejenis ini sebelumnya. Dari sinilah saya belajar sebuah siklus kehidupan, kadang manusia terlalu menginginkan suatu hal dalam hidupnya, sudah berusaha keras dan mengorbankan waktu, tenaga dan uang namun kenyataan yang didapat tidak sesuai dengan yang ada dalam angan-angannya. Semua kehendak Alloh, tapi proses yang dijalani menjadi penting dan bermanfaat karena kita bisa mengetahui penyebab yang membuat hasil kurang maksimal itu apa, jadi ya nikmati prosesnya ambil manfaatnya, karena prinsip saya “Tidak ada orang ahli tanpa mengawali dari awal”. Dari semangkuk kolak saja ada yang bisa dipetik, apalagi dari semangkuk bakso yah, hehehe.
Bentuknya entah mirip kurma atau seblak?
Video singkat kolak biji salak
Kehidupan bertetangga

Saya saat ini tinggal di share house yang diisi oleh tujuh orang, sayangnya disini tidak ada fasilitas wifi, padahal rumah dan isinya sudah oke. Akhirnya ada inisiatif untuk mengunjungi tetangga yang wifi-nya terdeteksi ke kamar, dari sanalah kehidupan bertetangga dimulai. Dengan basa-basi ngobrol dan mengajukan diri untuk bisa bergabung (nebeng bayar) dengan menyumbang $20 (seperti yang pernah dilakukan di rumah di Lakemba, NSW) dan akhirnya diberilah kode dan passwordnya, ternyata tetangga itu adalah muslim. Hari-hari berlalu dan sudah beberapa minggu saat sedang buka puasa di tempat kebab, tetangga itu menelepon agar mengambil makanan buka puasa dirumahnya. Lagi-lagi, kondisi saat itu saya masih tidak berpuasa dan sudah kenyang makan kebab, eh ada rezeki tambahan jangan ditolak. Sesampainya dirumah setelah magrib, diambilah makanan itu ke rumahnya dan Alhamdulillah, cukup untuk dua kali makan dan lucunya, uang wifi yang dulu malah dibalikin lagi hehe, sudah dapat makanan lengkap, dapat pula uang. Rezeki ramadhan, Alhamdulillah. Entahlah tetangga itu namanya siapa, asalnya dari mana, yang pasti inilah kehidupan sesama muslim, punya keterikatan tersendiri. Lagi-lagi, nikmat iman dan islam betul-betul terasa disini. Ahhh jadi rindu orang tua di rumah.
Kiriman dari tetangga
Oya sahabat, begitulah seklumit kisah minggu pertama ramadhan saya tahun ini, apabila masih diberi kesempatan hidup, semoga bisa dilanjut dengan tulisan-tulisan ramadhan berikutnya di Negara yang berbeda, aamiin….

Saat akan menutup tulisan ini ada yang saya lupakan, judulnya kan ada kata ‘Winter’nya, tapi ko belum ada pembahasan mengenai ini ya? Hehehe. Keasyikan membahas ramadhan sampai lupa dengan winter disini yang dimulai dari awal Juni kemarin. Hingga saat ini temperature terendah yang saya alami hanya berkisar pada 10C, awalnya kaget menghadapi winter karena belum terbiasa dengan kondisi dingin, jadi wajar sempat cemas dan putus asa (lebay), karena kerja dalam kondisi dingin, tidurpun kedinginan. Akhirnya membeli sleeping bag lagi (karena diskon dari $120 jadi $80) dengan temperature -100C dan cukup membantu mengatasi dingin saat tidur. Di rumah ini “katanya” tidak boleh pakai heater karena menguras tenaga listrik yang cukup besar, padahal di ruang tengah ada heater di perapian dan mubadzir tidak suka dipakai. Daripada menyiksa diri sendiri, saat saya ke K-Mart, ada heater yang harganya menggoda akhirnya langsung dibeli deh. Hari demi hari akhirnya saya merasakan winter dengan kepanasan, haha. Bermodal $15, jemuran yang tidak keringpun bisa kering dengan hanya digantung di kamar, jadi bisa dibayangkan bagaimana panasnya, panas seperti di parkiran. Ya namanya juga barang murah dan imut-imut kecil, kualitas bisa sebanding dengan harga, kalau beli yang ukuran besar (selain dibawanya ribet, nanti ketahuan juga sama yang punya rumah, hehehe).

Magic stuff
Pagi ini cuaca diluar sedang cerah-cerahnya, aktivitas hanya dirumah sendiri, akhirnya banyakin nulis lagi dan buka-buka catatan IELTS, teriring salam dari sini ya sahabat…. Selamat menjalankan ibadah puasa….

Bonus ekspresi kediinginan saat buka puasa di jalan di bangku taman

Tuesday, June 14, 2016

0 Kurang Bersyukur

Alhamdulillah… Alloh masih memberikan kesempatan untuk menapaki diri di bulan yang suci ini, Bulan Ramadhan yang ditunggu-tunggu umat muslim dibelahan dunia manapun, termasuk saya yang sekarang tinggal di kota kecil dua jam dari Melbourne. Seperti yang terjadi di tahun-tahun lalu, Ramadhan yang saya hadapi selalu berbeda, baik dari tempat yang ditinggali, lingkungan yang ada disekitar, rutinitas yang dijalani atau bahkan menu buka puasa yang dinikmati. Apapun itu, dimanapun itu, saya yakin ini adalah tempat dan kondisi terbaik yang saya dapat dari Alloh. Lagi-lagi, Ramadhan ini menjadi cambuk bagi saya yang fakir ilmu, miskin pengalaman dan haus akan banyak pelajaran, Alloh telah memberikan banyak waktu luang akhir-akhir ini yang sepatutnya saya gunakan untuk merenung, bukan malah mempertanyakan hal-hal yang tidak seharusnya saya bingungkan.

Yaa Robb… Hamba masih sedang dan akan terus belajar membenahi diri hingga datangnya waktu dimana diri ini sudah harus kembali. Hamba sadar, mulut ini banyak menyakiti, fikiran ini banyak dengki, hati ini amat sangat kotor, jauh dari kata suci, namun Engkau masih menampakkan kebaikan didepan orang lain, malu rasanya. Persangkaan orang terhadap hamba begitu baik, namun pada kenyataannya Engkaulah yang Maha Mengetahui segala Isi Hati. Ampunilah mulut ini, tangan ini, kaki ini, fikiran ini semua yang ada dalam diri hamba yang tak digunakan semestinya. Hamba selalu meyakini, pintu maaf-Mu terbuka lebar, pintu ampunan-Mu selalu ada bagi hamba-Mu yang mendekati dan menginginkannya.

Pandang langit luas saat bumi sudah menyesakkan hati
Kehidupan disini sedikit banyak sudah merubah pola fikir saya, yang pada awalnya prioritas kesini untuk menuntut ilmu, namun terbelok dengan mengumpulkan uang. Seperti banyak yang percaya bahwa uang seakan menjadi hal utama dalam hidup, tanpa uang rasanya hidup ini hampa, tanpa uang kita tidak bisa apa-apa, tanpa uang ahhh dunia ini begitu menggoda. Dengan pola hidup Negara maju yang mendorong warganya untuk bekerja ditambah dengan penghasilan yang menggiurkan rasanya betul istilah “waktu adalah uang”, karena betul-betul disini satu menitpun uang. Beda halnya dengan di Indonesia yang masyarakatnya lebih santai dalam bekerja karena toh pendapatan dihitung perbulan, masuk ataupun tidak masuk kerja tidak begitu memberikan dampak besar. Disini dengan pekerjaan biasa yang dibilang dibawah standar pendapatan, jika dikalkulasikan kedalam rupiah bisa mencapai satu juta perhari. Dulu semasa kecil, saya pernah berkhayal, “Ah nanti saya kalu dapat sehari sejuta pasti cepat jadi orang kaya.” Dan kenyataannya sekarang terjadi disini, namun sebetulnya bukanlah banyaknya angka yang menjadikan ketenangan dalam hidup ini. Entah apa yang ada dalam fikiran saya sekarang, rasanya sehari tidak bekerja seolah pusing kelimpungan karena kehilangan dollar, Astagfirullohaladzim, apa yang sudah masuk dalam fikiran saya ini? Melihat orang lain mendapat penghasilan lebih besar disini, mempunyai kesempatan kerja lebih lama, tiba-tiba saya ingin seperti mereka. Padahal Alloh sudah mencukupi semua ini, saya bisa hidup dengan makan enak, tempat tinggal layak, masih diberi kesempatan untuk berbagi dengan keluarga, juga untuk menabung. Lalu nikmat mana lagi yang didustakan?

Dasar manusia, serakah! Ya Robb, hamba ingin terbebas dari belenggu ini…

Kadang….

Saya melihat hidup orang lain begitu nikmat, ternyata mereka hanya menutup kekurangannya tanpa berkeluh kesah, dan disadari atau tidak, diluar sana ada juga orang lain yang ingin hidupnya seperti kita,

Saya melihat teman-teman hidupnya tidak ada duka kepedihan, ternyata mereka hanya pandai menutupi dengan mensyukuri,

Saya melihat hidup saudara saya tenang tanpa ujian, ternyata mereka begitu menikmati badai ujian dalam hidupnya,

Saya melihat hidup sahabat-sahabat begitu sempurna, ternyata mereka hanya berbahagia menjadi apa adanya,

Saya melihat hidup tetangga begitu beruntung, ternyata mereka selalu tunduk pada Alloh untuk bergantung,

Dan setiap hari saya belajar memahami dan mengamati setiap hidup orang yang saya temui, ternyata saya yang KURANG MENSYUKURI nikmatMu… Bahwa sebetulnya di dunia ini masih banyak yang belum beruntung seberuntung yang saya miliki saat ini. Dan satu hal yang saya ketahui bahwa Alloh tak pernah mengurangi ketetapanNya, hanya sayalah yang masih mengkufuri nikmatNya.
Maka, saya merasa tidak perlu iri hati dengan rezeki orang lain,

Mungkin saya tak tahu dimana rezeki saya, Tapi rezeki saya tahu dimana saya,
Dari lautan yang biru, bumi dan gunung, Alloh sudah memerintahkannya menuju pada diri ini,
Alloh menjamin rezeki saya, sejak empat bulan sepuluh hari dalam kandungan Ibu,

Ternyata amatlah keliru jika bertawakal rezeki dimaknai dari hasil bekerja, karena bekerja adalah ibadah, sedangkan rezeki itu urusanNya, Melalaikan kebenaran demi mengkhawatirkan apa yang dijaminNya, adalah kekeliruan yang berganda,

Manusia membanting tulang demi angka simpanan gaji yang mungkin besok ditinggal mati,
Manusia lupa bahwa hakekat rezeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya,

Rezeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, Alloh menaruh sekehendakNya… Rezeki itu kejutan, dan tidak boleh dilupakan bahwa tiap hakekat rezeki akan ditanya kelak: “Darimana dan digunakan untuk apa?” Karena rezeki hanyalah “hak pakai” bukan “hak milik”,

Maka pada akhirnya, saya tidak boleh merasa iri pada rezeki orang lain. Jika saya iri pada rezeki orang, juga seharusnya saya iri pada takdir kematiannya!

Singkat cerita, pada saat video call dengan Bapak: “Neng, orang kaya raya dengan uang milyaran yang bersedekah seratus atau dua ratus juta akan kalah dengan orang tak mampu, tapi ia sedekahkan uangnya seribu rupiah padahal entah besok mau makan apa. Dimata manusia tentu uang seribu akan kalah dengan seratus juta, tapi itu akan berbeda di mata Alloh, kucinya ikhlas! Jangan khawatirkan rezeki, yang penting kamu sudah berusaha. Ikhlas itu berat, tapi terus dilatih. Bapak sampai saat ini tidak punya apa-apa, tidak punya rumah bagus dan kendaraan seperti orang lain seusia Bapak yang sudah memiliki banyak hal, karena itu bukan tujuan Bapak, mengumpulkan uang tapi lupa dengan sekitar. Ikhlas menerima ketentuan Alloh dan yang penting kita terus bermanfaat untuk orang banyak.”

Ya Robb…
Ampunilah diri ini, hati yang kotor ini. Seharusnya hamba menempatkan rasa iri pada tempatnya, dunia ini fana,
Berilah cahaya pada gelapnya hati ini ya Alloh, Hati kadang lupa yang terlena mimpi dunia,
Diri yang kotor ini hanya bisa bersimpuh meminta petunjuk dan ampunanMu…
Terimakasih atas segala nikmat iman, islam ini, Jadikan kami terus tenang dalam beribadah kepadaMu ya Robb….

Kembalikan lagi hamba padaMu, semoga hamba bisa kembali menata hati ini, mudahkanlah semua dengan rahmatMu
Jangan biarkan dzikir dan iman ini hilang…….

Dua minggu tanpa bekerja ini semoga menjadi renungan di bulan yang suci, jauh dari iri dengki dan semoga kualitas hidup menjadi lebih baik... ikhlas dan syukur itu indah....

Pengunjung Blog Saya

 

Coretan Riska Anjarsari Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates